Apa Kabar Resolusi Dakwahmu?
CIVILITA.COM – Jam berganti hari, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Di setiap pergantian tahun, kita selalu membuat resolusi. Dari sekian komitmen, planning, atau resolusi yang sudah kita buat, maka Resolusi itu tidak cukup untuk diri pribadi. Karena kita sadar dan sepenuh-penuhnya sadar, selain kita hidup sebagai seorang muslim, kita hidup sebagai bagian dari masyarakat. Maka sangatlah layak, kalau Resolusi yang kita canangkan di tiap tahun haruslah bernafaskan ‘KITA’ dan beraroma ‘kebermanfaatan’. Why? Karena, Rasulullah Saw sudah mengingatkan:
“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia” (HR. Thabarani, Daruqutni).
“Barangsiapa bangun di waktu subuh (pagi), tidak memikirkan masalah kaum muslimin, maka dia bukan termasuk golongan kaum muslimin” (HR. Ahmad).
Maksud dari resolusi bernafaskan ‘KITA’ adalah saatnya kita tidak hanya berpikir nafsi-nafsi, saatnya meninggalkan sikap dan sifat cuek. Selain sifat itu merugikan, ternyata (seperti disinggung hadits di atas) sifat itu dilarang. Stop berpikir “ini urusan gue, masalah buat loe?”, sebab pemikiran seperti itu hanya melahirkan manusia-manusia individualis, yang merupakan karakter masyarakat kapitalis kita sekarang ini. Dan sadar atau tidak, masyarakat individualis, bertentangan secara diametrikal dengan karakter kaum muslimin.
Sementara itu, maksud dari resolusi beraroma ‘kebermanfaatan’ adalah keberadaan kita di tengah masyarakat, jangan malah membuat ulah bin masalah, tapi justru keberadaan kita harus memberi energi positif. “Hari gini bikin masalah? Ah, udah lewat tuh…” Saatnya kita berpikir menggandeng tangan saudara kita yang lain untuk berbuat al-khair (kebaikan). Karena Allah sendiri telah perintahkan itu:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah 2).
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar” (QS. Ali Imron 104).
Dari dua rumus sederhana di atas (Kita dan Kebermanfaatan), kemudian terformulasi dalam aktivitas yang disebut dengan dakwah. Ya, dakwah selain sebagai sebuah kewajiban yang harus dijalankan oleh seorang muslim, dakwah juga merupakan kebutuhan kita semua, tak bisa dibayangkan jika hidup tanpa dakwah amar ma’ruf nahyi munkar, maka kehidupan ini akan cepat mengalami kerusakan.
Dakwah jualah sebagai bukti kepedulian kita terhadap sesama, karena di dalam dakwah ada aktivitas saling menasehati dalam kebaikan. Maka jika menginginkan kebaikan di masa datang, jika kita sedang menyusun resolusi, maka dakwah adalah jalan yang harus kita agendakan.
Tentu dakwah yang bukan sembarang dakwah. Bukan dakwah yang hanya bermodalkan semangat. Tapi dakwah yang meneropong dakwah Rasulullah Saw ketika beliau membangkitkan masyarakat saat itu. Beliau berdakwah secara fikriyah alias berdakwah secara pemikiran, menyerang pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam, seraya menyodorkan pemikiran-pemikiran Islam. Mulai dari akidah, muamalah, syariah, akhlak, hingga daulah (negara). Dakwah tersebut dilakukan tanpa kekerasan, meskipun untuk mendakwahkannya butuh kegigihan, kesabaran.
Saudara-saudara kita yang lain sudah ada yang berani memulai untuk memilih berkomitmen memperjuangkan Islam dan syariahnya, maka kita hanya tinggal menyusulkan diri di barisan berikutnya. Sebab, pilihan hidup bersama kapitalisme-sekularisme, seperti saat sekarang ini, tak kunjung menyudahi masalah kita dan masalah-masalah lainnya. Pilihan yang terbaik jika menginginkan masa depan yang lebih baik adalah hanya dengan Islam. [lukyrouf]