Apa Itu Rezeki?

Suasana sawah dan perkebunan di pedesaan. [foto: flickr.com]
REZEKI itu ialah apa yang dapat dimanfaatkan manusia, apakah halal atau haram, baik atau buruk.
Semua yang tidak Anda manfaatkan, meskipun Anda memilikinya, ia bukan rezeki Anda, akan tetapi rezeki orang lain.
Ada perbedaan antara hasil usaha dan rezeki seseorang atau antara kerja dan rezekinya. Kita tidak boleh mengatakan, bahwa hasil usaha seorang adalah rezekinya, atau menyatakan: “Apa yang diperoleh (hasil kerja) orang itu terdapat rezekinya, rezeki istri, dan sanak keluarganya, bahkan bisa jadi rezeki orang lain juga, yang dia sendiri tidak mengetahuinya. Masing-masing akan dicapai oleh rezekinya dengan tepat tanpa kurang sedikit pun.”
Kadangkala kita heran sekali melihat cara sampainya rezeki itu kepada manusia. Tidak seorang pun mengetahui sumber rezeki itu.
Adakalanya orang itu pergi mencari rezeki ke berbagai tempat, tapi ia tidak mendapatkan apa-apa. Namun rezeki itu senantiasa mengetahui alamat pemiliknya, dan memahami jalan-jalan ke sana, malah tidak pernah sesat jalan sedikit pun. Karena itu ditentukan oleh yang di langit, ditakdirkan oleh Allah Ta’ala. Selama ia ditakdirkan, pasti ia akan sampai ke alamat pemiliknya.
Sementara orang mengira, bahwa yang ditakdirkan Allah Ta’ala itu hanyalah rezeki yang halal saja. Akan tetapi yang benar ialah rezeki yang halal dan yang haram juga, firman-Nya: “Makanlah makanan yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS. Al Baqarah 57)
Dengan mengamati arti firman-Nya itu seolah-olah ada rezeki yang baik dan rezeki yang tidak baik. Firman-Nya juga: “Dan sementara orang yang Kami beri rezeki dengan rezeki yang baik, lalu dibelanjakannya dengan bersembunyi dan terang-terangan.” (QS. An Nahl 75)
Jadi, memang ada rezeki yang baik dan rezeki yang tidak baik. Sebagian orang mengatakan, “Kalau rezeki itu ditakdirkan, baik yang baik maupun yang tidak baik, yang halal maupun yang haram, kenapa kita diperhitungkan atas rezeki yang haram?”
Jawaban kami sesungguhnya, Allah Ta’ala menakdirkan rezeki manusia. Kalau manusia beriman dengan itu, niscaya dia tidak akan menjulurkan tangannya mengambil yang diharamkan.
Karena dia tahu benar, bahwa selama rezekinya sudah ditetapkan, tentu ia akan sampai ke alamat sebesar yang ditetapkan oleh takdir-Nya. Dia hanya diwajibkan berikhtiar dan sabar.