Kejahatan Zionis-AS Berkedok Bantuan Kemanusiaan

Para pengungsi berbondong-bondong kembali ke Gaza utara, Senin (27/01) [foto: Xinhua]
Gaza (Mediaislam.id) – Kebocoran dokumen dari Gedung Putih telah menguak rencana mengerikan yang memperlihatkan keterlibatan langsung Amerika Serikat dalam upaya sistematis untuk menggusur rakyat Palestina dari Jalur Gaza. Rencana tersebut melibatkan Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yang disebut-sebut akan membangun kamp-kamp pengungsian berskala besar atas nama “kemanusiaan”, namun pada dasarnya bertujuan mencabut rakyat Palestina dari tanah air mereka sendiri.
Rencana ini adalah bagian dari proyek Zionis-Amerika yang telah berjalan sejak 7 Oktober 2023, seiring dengan genosida yang dilancarkan Israel dengan dukungan politik, militer, dan logistik dari Amerika Serikat. Di bawah kedok proyek “Area Transit Kemanusiaan” (HTA), ratusan ribu warga Palestina direncanakan akan dikonsentrasikan dalam kamp-kamp yang disebut sebagai tempat “pemulihan dan integrasi ulang”—istilah yang menyamarkan tujuan sebenarnya: pemindahan paksa.
Dibungkus Narasi Deradikalisasi, Diselimuti Kepentingan Politik
Berdasarkan dokumen yang dipublikasikan oleh Reuters, rencana ini disusun tidak lama setelah 11 Februari 2025 dan diajukan langsung ke pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Biaya proyek diperkirakan mencapai USD 2 miliar. Salah satu tujuan utamanya adalah mengimplementasikan “visi Trump” untuk Gaza, yakni mengubah wilayah tersebut menjadi “Riviera Timur Tengah” setelah menggusur penduduknya.
GHF disebut dalam dokumen sebagai pelaksana proyek ini, bersama dengan kontraktor SRS, yang akan bertanggung jawab atas pembangunan dan pengelolaan kamp serta pelaksanaan “program deradikalisasi komunitas”. Delapan kamp besar direncanakan untuk menampung warga Palestina yang kini hidup dalam kehancuran akibat agresi militer Israel yang brutal.
Penolakan Resmi Kontradiktif dengan Bukti Lapangan
Meski GHF dan SRS membantah terlibat, dokumen yang dilihat Reuters menunjukkan logo kedua entitas tersebut dan bahkan peta lokasi dengan panah menuju “tujuan pemukiman kembali tambahan” di luar Gaza—termasuk Mesir dan Siprus. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar atas rencana pengungsian massal yang didorong oleh motif politik, bukan kemanusiaan.
Presiden Refugees International, Jeremy Konyndyk, mengingatkan bahwa:
“Tidak ada yang namanya evakuasi sukarela di tengah pemboman brutal dan pemblokiran bantuan.”
Namun, Washington tetap bungkam. Departemen Luar Negeri AS menolak berkomentar, sementara seorang pejabat pemerintah secara anonim membantah bahwa ada rencana semacam itu.
GHF: Kedok Intelijen yang Mengancam Eksistensi Palestina
Pemerintah Gaza menolak keras keberadaan dan misi GHF. Ismail al-Thawabta, Direktur Kantor Media Pemerintah di Gaza, menegaskan:
“GHF bukan organisasi kemanusiaan. Ia adalah alat keamanan dan intelijen yang digunakan pendudukan Israel, dengan kedok bantuan, untuk menjalankan proyek-proyek yang mengancam masa depan rakyat Palestina.”
Dalam kondisi di mana lebih dari dua juta warga Gaza terusir dari rumah mereka, dan lebih dari 194.000 menjadi korban tewas atau luka akibat serangan brutal Israel—sebagian besar anak-anak dan perempuan—upaya semacam ini hanya memperkuat narasi bahwa genosida ini bukan hanya soal peluru, tapi juga strategi jangka panjang untuk menghapus identitas dan hak bangsa Palestina atas tanahnya.
Upaya Membungkam Fakta, Melegitimasi Pemusnahan
Bocoran dokumen ini memperkuat kekhawatiran komunitas kemanusiaan internasional bahwa genosida Israel, yang berlangsung dengan dukungan penuh AS, kini melangkah lebih jauh: tidak hanya dengan senjata, tapi juga dengan dalih “bantuan” dan “pemulihan” yang menggiring rakyat Palestina ke pengungsian abadi.
Rencana ini mencerminkan wajah paling gelap dari standar ganda Amerika: mengklaim membela hak asasi manusia di forum internasional, sambil diam-diam menyusun proyek pemusnahan bangsa yang sah secara hukum dan sejarah.
sumber: infopalestina