Muharam dan Tradisi Menyambut Tahun Baru Islam: Muhasabah dan Introspeksi Diri

 Muharam dan Tradisi Menyambut Tahun Baru Islam: Muhasabah dan Introspeksi Diri

Oleh:

Murodi al-Batawi

Sebentar lagi, tepatnya 27 Juni 2025, Umat Islam Dunia akan memasuki Tahun Baru Hijriyah 1447 H. Tahun barunya bagi umat Islam di seluruh dunia. Biasanya, dalam perayaan Tahun Baru Hijriyah ini dirayakan berbeda dengan perayaan Tahun Baru Masehi.

Pada pergantian Tahun Baru Masehi, selalu dirayakan dengan penuh meriah, karena semua kegiatan sudah diprogramkan jauh sebelum kedatangan dan pelaksanaan kegiatan Tahun Baru Masehi. Bahkan juga telah disiapkan anggaran yang cukup besar. Tetapi, saat acara pergantian Tahun Baru Hijriyah, Tahun Baru Umat Islam, dirayakan dengan sangat sederhana oleh umat Islam di seluruh dunia. Kedatangan awal tahun hijriyah selalu diperingati dengan kegiatan taklim di Masjid dan Mushalla atau kegiatan santunan sosial untuk berbagi untuk masyarakat miskin dan yatim piatu.

Dalam perhitungan kalender Islam, Qamariyah atau lunar system, Muharram adalah bulan pertama dalam tradisi penanggalan. Bulan ini juga sering disebut sebagai Tahun Baru Hijriyah. Penentuan dan penetapan Tahun Baru Hijriyah yang menggunakan pendekatan bulan (Qamariyah) atau lunar system ini dimulai pada masa pemerintahan khalifah Umar bin al-Khattab (634-644 M), atas usul Ali bin Abi Thalib.

Sejarah Penetapan Tahun Hijriyah

Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa sejak terjadinya Perang Riddah, banyak tokoh yang mengklaim jadi Nabi dan banyak sahabat yang gugur dalam masa pemerintahan khalifah Abu Bakar al-Shiddieq (632-634 M), terlebih umat Islam belum memiliki sistem untuk mengetahui jumlah hari dalam sebulan. Karena selama ini, umat Islam masih menggunakan sistem penanggslan tahun masehi. Untuk itu, para sahabat mengusulkan agar dibuat kebijakan untuk menentukan Tahun Baru, yang membedakan antara umat Islam dengan umat Nasrani.

Untuk itu, para sahabat melakukan musyawsrah di kediaman Khalifah Umar bin Khattab. Ada sahabat Nabi yang mengusulkan agar penentuan Tahun Baru Hijriyah dimulai sejak kelahiran Rasulullah saw. Ada juga yang berpendapat dibuat berdasarkan data kemenangan dalam perang Badar. Kemudian Ali bin Abi Thalib mengusulkan agar Tahun Baru umat Islam dibuat berdasarkan keberangkatan dan kedatangan mereka di Madinah atau sejak umat Islam berhijrah ke Madinah. Usul dan pendapat Ali bin Abi Thalib inilah yang dapat diterima oleh khalifah Umar bin al-Khattab. Alasannya lebih rasional dan memiliki nilai historis sangat kuat, dibanding kan dengan usul pertama dan kedua.

Akan tetapi, untuk memulai awal bulan mereka masih berdebat. Kemudian Usman bin Affan mengusulkan bahwa awal bulan hijriyah sebaiknya dimulai dari bulan Muharram, karena bulan ini dianggap salah satu bulan suci dalam tradisi masyarakat Arab, selain itu Muharram juga adalah akhir dari perjalanan ibadah haji. Usul ini disetujui khalifah dan umat Islam secara keseluruhan menyepakatinya. Karena itu kemudian tahun Islam dalam kalender Umat Islam, disebut Tahun Baru Hijriyah, yang diawali dengan kehadiran bulan Muharram.

Dan sejak saat itu hingga kini, Dunia dan Umat Islam memiliki penanggalan tersendiri, berbeda dengan kalender Masehi(Syamsiyah) atau Solar system.

Jika kalender Masehi terdiri dari tanggal 1-31, maka kalender Qamariyah memiliki tanggal 1-30 perbulan. Penanggalan Qamariyah ini lebih ajeg dan tidak berubah setiap bulannya, dibandingkan dengan penanggalan Masehi, karena tidak selalu memiliki tanggal tetap. Ada yang memiliki tanggal 28, dan ada yang mempunyai tanggal 31. Karena itu, dalam penentuan hari-hari besar Islam, seperti awal dan akhir puasa, pelaksanaan ibadah haji dan wuquf di Arafah, umat Islam lebih yakin menggunakan sistem Qamariyah, yang sudah pasti kejelasannya. Kini umat Islam telah memasuki Tahun Islam 1447 H.

Tahun Baru Islam: Tradisi Muhasabah, Berdo’a dan Berdzikir

Berbeda penyambutan datangnya tahun baru Islam dengan tahun baru Masehi. Jika datangnya tahun baru masehi ditunggu hingga pukul 00.00, dan diadakan acara serta disiarkan oleh berbagai media hingga mendunia, memukau pandangan mata, selain terdapat segala bentuk hiburan yang sudah tersedia secara gratis, ketersediaan fasilitas tempat hiburan dan perhotelan. Masyarakat dunia menghabiskan dana tidak sedikit, dengan meluangkan waktu khusus dalam menyambut kedatangan Tahun Baru Masehi, maka sangat berbeda sekali dengan tradisi semangat penyambutan Tahun Baru Islam, Tahun Baru Hijriyah.

Pergantian waktu dalam penyambut an Tahun Baru Islam terjadi memasuki waktu Maghrib, persis saat adzan Maghrib berkumandang.

Biasanya umat Islam, di seluruh dunia melakukan Muhasabah, berdo’a dan berdzikir untuk melakukan introspeksi diri dan evaluasi atas perbuatan yang telah mereka lakukan selama setahun yang lalu, dan berdo’a terbaik untuk penghidupan di tahun mendatang selanjutnya.

Umat Islam seluruh dunia, berkumpul di tempat-tempat ibadah, melakukan dzikir dan mendengarkan tausiah dari para ulama atau asatidz, hingga menjelang shalat ‘Isya. Usai shalat Isya, masyarakat Muslim, melakukan pawai yang diikuti oleh anak-anak, tidak ketinggalan juga orang dewasa dan orang tua lainnya. Mereka berkeliling mengajak umat Islam lain bergabung merayakan Tahun Baru Islam. Tidak ada kemeriahan, tidak ada kemewahan dan pesta pora. Umat Islam menyambut kedatangan tanggal 1 Muharram pertanda memasuki awal tahun, disambut dengan suka cita, meski tidak semeriah saat pergantian tahun baru masehi.

Muharram: Tradisi Santunan Sosial

Di Banyak masyarakat Muslim Dunia, banyak tradisi positif yang dilakukan oleh masyarakat Muslim dalam menyambut dan memeriahkan Tahun Baru Hijriyah dan Muharram, selain seperti disebutkan pada bagian sebelumnya, yaitu tradisi santunan sosial buat masyarakat miskin dan dhu’afa.

Selain pelaksanaan santunan yatim piatu dilakukan oleh lembaga atau sebuah yayasan, banyak orang Tajir yang dengan ikhlas dan sukrela menginfakan sebagian harta yang mereka miliki untuk dibagikan pada anak-anak yatim piatu dan fakir miskin. Mereka mengundang dan mengumpulkan anak-anak yatim piatu untuk datang ke rumahnya.

Undangan tersebut direspons, tentu saja, dengan sangat baik oleh mereka dan orang tua masing-masing. Ada yang datang sendiri dan ada pula yang datang berombongan dengan keluarga dan saudara. Mereka datang dengan penuh ceria dengan harapan mereka akan mendapatkan sesuatu berupa uang, makan dan lain sebagainya.

Setibanya di rumah orang tajir tersebut, biasanya mereka diarahkan oleh tuan rumah untuk menuju ke suatu tempat atau ruangan, dan biasanya ke meja makan. Tuan rumah, memang sudah menyiapkan beragam kuliner khas dan khas Nusantara lainnya, untuk disantap bersama.

Usai menyantap kuliner yang tersedia, mereka diminta untuk duduk bersila di tengah ruang rumah orang Tajir, yang biasanya memang sengaja dibuat luas. Mereka kemudian baca surat Yasin berdzikir dan berdo’a bersama untuk keselamatan, kesehatan, kebahagiaan, kesuksesan dan keselamatan mereka di dunia dan akhirat, khususnya untuk tuan rumah dan keluarga besarnya. Kemudian mereka diminta mendengarkan ceramah atau tausiah dari ulama yang sengaja diundang tuan rumah.

Setelah sang ulama selesai bertawshiyah dan ditutup dengan do’a, orang Tajir tersebut meminta anak-anak yatim dan fakir miskin tersebut untuk berbaris, menerima amplop berisi uang. Mereka senang dan riang gembira. Sambil menyium tangan tuan rumah dan orang yang hadir di situ, mereka pergi keluar sambil menuju rumah atau tempat tinggal mereka masing-masing.

Selain diadakan pertemuan di rumah orang Tajir, biasanya lembaga atau yayasan yatim piatu atau tempat ibadah, seperti masjif dan mushalla, juga mengadakan penyambutan tahun baru hijriyah dengan mengundang snak yatim piatu dan fakir miskin. Biasanya lembaga tersebut membentuk panitia perayaan Muharram. Merekalah yang melaksanakan kegiatan dengan mengumpulkan atau mencari dana kegiatan tersebut ke lembaga lain, baik pemerintah atau swasta, selain donatur tetap. Para yatim piatu dan fakir miskin diundang datang ke lembaga tersebut untuk berdoa dan berdzikir.*

Murodi al-Batawi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 × 4 =