Tren Bunuh Diri Meningkat, Ada Apa dengan ‘Mental Health’?

 Tren Bunuh Diri Meningkat, Ada Apa dengan ‘Mental Health’?

Ilustrasi: Mental Health

BELUM LAMA ini publik digegerkan dengan kematian dua orang mahasiswi di Semarang yang diduga bunuh diri. NJW, seorang mahasiswi Unesa, diduga menerjunkan dirinya dari lantai 4 Mall Paragon. Berselang sehari seorang mahasiswa Udinus Semarang ditemukan tewas di kamar indekosnya 11 Oktober lalu (Tempo.co, 14/10/2023).

Kasus bundir lainnya juga terjadi di Bogor, korban IR (51 Tahun) ditemukan istrinya sepulangnya dari kerja sebagai pembantu RT yang tewas gantung diri dirumahnya sendiri. Juga terjadi di kabupaten Malang seorang pemuda inisial AT (22 Tahun) ditemukan tewas oleh rekannya gantung diri disebuah pohon diduga kuat akibat persoalan asmara.
Tuntutan Hidup Terpaksa Mengakhiri Hidup
Kasus bunuh diri sendiri tidak bis akita memandangnya remeh. Sebab data yang dihimpun oleh DataIndonesia.id (20/7/2023) terjadi kenaikan angka bunuh diri. Data dari Kepolisian RI (Polri), sebanyak 640 kasus bunuh diri terjadi sejak Januari-Juli 2023. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 31,7% dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak yang berjumlah 486 kasus.
Praktisi kejiwaan pun menyatakan bahwa tuntutan hidup yang terlalu tinggi dan segala permasalahan horizontal manusia menyebabkan manusia rentan akan depresi sehingga dianggap bunuh diri sebagai jalan pintas untuk keluar dari masalah itu. Fenomena ini juga menyerang anak usia muda yang dikatakan oleh Psikolog Nuzulia Rahma Tristinarum adalah penyebab anak muda rentan bundir adalah pola asuh anak yang kehilangan sosok ayah (fatherless) atau ibu (motherless).
Orangtua hadir secara fisik namun secara emosional mereka tidak hadir sehingga anak tidak mampu berkeluh kesah dan tidak ada ruang komunikasi baginya didalam rumah. Sehingga wajar hari ini kita anak muda lebih nyaman bercerita dengan temannya atau kekasihnya disbanding orangtuanya. Juga permasalahan ekonomi, sosial menjadi penyebab seseorang depresi akan segala beban yang ditanggungnya sehingga tren bunuh diri kian hari kian meningkat.
Kesehatan fisik seseorang penting baginya menjalani aktifitas keseharian, juga tak kalah dari itu bahwa kesehatan mental menjadi penting bagi manusia hari ini. Isu yang belakangan ini hadir disebabkan banyaknya manusia stress menghadapi beban hidup yang tak pernah ada habisnya ditambah ekspektasi hidup orangtua ataupun pasangan tidak mampu diraih. Akhirnya nekat untuk mengakhiri hidupnya. Padahal sejatinya kehidupan adalah arena ujian yang tidak pernah ada habisnya. Selama nyawa masih di kandung badan masalah akan tetap hadir.
Jika berbicara pada tataran yang lebih kompleks lagi, hari ini kita hidup dalam sistem kapitalisme yang sukses membentuk framing terhadap hidup kita bahwa kunci kebahagiaan adalah terpenuhinya materi dan kepuasan fisik. Sehingga berbagai macam cara dilakukan baik itu dari jalan yang boleh secara norma kemasyarakatan maupun agama maupun yang melanggar keduanya.
Bunuh Diri Haram dalam Islam
Hari ini kita saksikan bahwa Kesehatan mental masyarakat kian rapuh.Kondisi ini diperparah dengan miskinnya ruh kedekatan dengan Sang Khaliq sehingga masalah yang menghimpitnya dirasa buntu. Padahal Allah ta’ala memberikan kehidupan sepaket dengan ujiannya. Allah SWT berfirman, “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji?” (TQS Al-Ankabut: 2).
Syariat Islam ditegakkan salah satu fungsinya adalah menjaga jiwa, harta, akal dan kehormatan. Bunuh diri dalam Islam terkategori dosa besar sebab kita telah mengkebiri hak Allah dalam mematikan manusia.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (TQS. An-Nisa: 29).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

fifteen + 17 =