Tiga Kunci Perubahan Masyarakat dan Peran Kita
Ilustrasi
BERBICARA soal kehidupan adalah berbicara soal perubahan. Berubah dari satu kondisi menuju kondisi berikutnya, yang bisa jadi lebih baik, ataupun lebih buruk. Namun demikian, menginginkan perubahan kepada kondisi yang lebih baik adalah fitrah manusia. Perubahan adalah keniscayaan. Berikut juga perubahan peradaban.
Ibnu Khaldun, seorang sejarawan muslim yang merangkap ahli politik, ekonomi, dan sosiologi Islam, mempunyai suatu teori tentang siklus sejarah. Beliau menyatakan bahwa terdapat siklus atau fase-fase dimana peradaban lahir, tumbuh, berkembang hingga mencapai puncak kejayaannya, kemudian mengalami kemunduran, hingga akhirnya mengalami keruntuhan sama sekali.
Peradaban umat manusia adalah sesuatu yang bergerak dan berproses layaknya makhluk hidup. Dalam kehidupan biologis ada fase-fase kehidupan yang harus dilalui. Dari mulai lahir, tumbuh berkembang menjadi anak-anak, remaja hingga dewasa, kemudian mengalami proses penuaan, dan akhirnya meninggal dunia (Ibnu Khaldun).
Meskipun begitu, perubahan di tengah masyarakat, terlebih berubahnya suatu peradaban tidak terjadi begitu saja. Masyarakat tidak akan beranjak dari kondisinya, melainkan memenuhi tiga hal ini:
Pertama: Masyarakat merasakan dan memahami bahwa mereka berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, kondisi yang rusak, kondisi yang tidak ideal;
Kedua: Mereka memahami bagaimana kondisi yang seharusnya, kondisi ideal bagaimana kehidupan mereka semestinya diatur;
Ketiga: Mereka mengetahui dan memahami bagaimana metode atau jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan kondisi ideal yang diinginkan.
Hanya dengan mewujudkan tiga hal itulah perubahan bisa terjadi. Maka barangsiapa yang menginginkan perubahan atas masyarakat harus memastikan ketiganya terwujud dalam benak mereka. Dengan kata lain harus membangun kesadaran di tengah masyarakat.
Sebagai bagian dari masyarakat, kita sudah menyaksikan dan merasakan sendiri bagaimana berbagai kesulitan hidup dan bermacam kerusakan melingkupi seluruh lini kehidupan. Dari keculasan dunia politik, kasus korupsi yang tidak pernah ada habisnya, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, semakin curamnya jurang kesenjangan sosial, menjulangnya hutang negara, hingga pergaulan bebas, kerusakan generasi, dan lainnya.
Sekalipun kondisi ini begitu lekat dirasakan oleh masyarakat, namun sejatinya mereka belum memahami akar masalah dari kehidupannya yang nelangsa. Disinilah pentingnya peran penyadaran yang telah disebutkan. Sebagai hamba yang telah mengikrarkan diri sebagai muslim, yakni orang yang berserah diri. Sudah semestinya hanya kacamata Islam yang digunakan dalam memandang kehidupan.
