Ternyata Masjid Nabawi di Madinah Pernah Dua Kali Terbakar

 Ternyata Masjid Nabawi di Madinah Pernah Dua Kali Terbakar

Masjid Nabawi di Madinah.

Biasa terjadi dalam peristiwa-peristiwa yang seperti itu, timbul anggapan dari sebahagian kaum Muslimin sendiri, seperti anggapan Qastalani dan lain-lainnya, bahwa kebakaran masjid Madinah itu menurut paham mereka, pada hakikatnya merupakan tanda kemurkaan Allah kepada umat Islam yang telah terlalu berlebih-lebihan menghiasi masjid itu. Lebih mengutamakan keindahan lahir daripada keindahan rohani.

Tetapi anggapan yang seperti itu, hanya sebentar saja. Akhirnya lenyap pula, tidak berkesan, seperti abu dihembus angin, karena sesungguhnya apa yang telah terjadi itu telah ditakdirkan Tuhan lebih dahulu. Tuhanlah yang berkuasa memperbuat sekehendaknya.

Kebakaran masjid itu bukan disebabkan lebih mengutamakan keindahan lahir dari pada keindahan rohani, tetapi adalah karena kelalaian juru lampu jua. Inilah yang dimaksudkan oleh serangkum sya’ir yang terdapat di dinding masjid yang kemudiannya:

“Bukanlah masjid Nabi terbakar karena sesuatu kesalahan yang ada padanya, dan tidaklah ‘aib kepada masjid itu karena terbakar, tetapi nyatalah tangan-tangan orang Rafidhah (partiy Ali) telah menyentuh, perhiasan-perhiasan masjid itu, maka disucikanlah masjid itu oleh api.”

Peristiwa yang menyedihkan ini segera disampaikan orang kepada khalifah Al-Mu’tashim yang ketika itu berkedudukan di kota Bagdad. Khalifah lalu mengirim sejumlah alat-alat dan bahan yang perlu serta beberapa orang arsitek untuk membongkar sisa-sisa masjid itu dan bahan pembangun yang baru.

Tetapi pekerjaan ini kemudiannya sering terhenti dan terbengkalai, karena pada waktu itu Daulah Islam menghadapi bahaya besar yang datang dari timur, yaitu penyerbuan bangsa Tartar yang berakhir dengan jatuhnya kota Bagdad ke tangan Hulago Khan, cucu dari Jenggis Khan, pada 1258 M.

Walaupun demikian usaha untuk membangun masjid yang baru itu tidak terhenti sama sekali, tetapi dari beberapa tempat diterima bahan-bahan dan alat-alat untuk keperluan masjid itu. Dari Sultan Al-Mansur Nuruddin dari Mesir dan Sultan Syamsuddin Yusuf dari Yaman dan lain-lainnya.

Bantuan yang amat besar sekali ialah dari Amir Mesir, Sultan Bybar al-Bunduqdari. Ia telah berusaha mempersiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membangun masjid Madinah itu dengan selengkap-lengkapnya. Enam tahun sesudah terjadi kebakaran itu, ia mengirimkan ke kota Madinah sejumlah besar pilar-pilar marmer, pualam, besi tembaga dan beberapa orang arsitek dari Mesir. Di samping itu disediakannya pula uang secukupnya untuk pembina masjid itu.

Demikianlah masjid yang sudah terbakar musnah itu, dibangun kembali sebagai semula. Sultan-sultan Islam yang kemudian, selalu berusaha menunjukkan minatnya terhadap penyempurnaan masjid Madinah itu.

Pada 705 H dan 706 H Sultan An-Nashir Muhammad bin Qalawun, raja Mesir, telah memperbaiki dan memperindah saqaf masjid itu.

Pada 831 H diadakan pula perbaikan oleh Barsa Bey dan pada 879 H disempurnakan lagi oleh Sultan Qait Bey, terutama yang mengenai hiasan pada pilar-pilar, dinding, saqaf, dan menara azan. Sehingga keadaan bangunan masjid Madinah itu amat menakjubkan karena sangat indah dan amat elok rupanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

three − 1 =