Tausiyah Jumat Pagi: Merawat Amanah, Berbuah Sakinah

 Tausiyah Jumat Pagi: Merawat Amanah, Berbuah Sakinah

Oleh:

Ahmad Zuhdi*

ISLAM merupakan agama yang ajarannya syamil (sempurna) dan mutakamil (komprehensif). Artinya Islam memberikan panduan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Jika belum ada hal-hal yang dibahas secara rinci, maka para ulama akan melakukan ijtihad dengan berbagai perangkat dan metodologi yang bersumber dari kitabullah (Alquran) dan sunnah (hadits).

Setiap orang yang sudah akil baligh (dewasa), tentu akan mengharapkan untuk menikah dan memiliki keturunan. Pasangan dan keturunan yang shaleh pasti dapat membahagiakan kedua orang tua dan keluarga terdekatnya.

Untuk memiliki pasangan dan keturunan yang shaleh tentu tidak bisa alami, tetapi perlu ada proses didikan, bimbingan, dan arahan sehingga keluarga tersebut menjadi keluarga yang shaleh. Maka pesan-pesan Aqluran dan hadits nabi Muhammad Saw cukup untuk dijadikan bekal dalam memilih calon pasangan dan mendidik anak agar menjadi rumah tangga yang shaleh.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Ahmad dan disahihkan Ibnu Hibban, Rasulullah menganjurkan untuk menikah dengan perempuan peranak (keturunan yang banyak anak) dan penyayang (tazawwaju al-walud al-wadud), karena nabi akan merasa bangga di hari kiamat dengan jumlah pengikutnya yang banyak.

Hadits ini memerintahkan untuk menikahi perempuan yang subur dan keturunan yang banyak anak serta penyayang. Setiap orang menginginkan pasangan yang memiliki kasih sayang, baik kasih sayang di antara mereka, kasih sayang dengan orang tua atau mertuanya, kasih sayang terhadap keluarga besar dan tetangga terdekatnya.

Jika kasih sayang tersebut telah tumbuh, maka insyaAllah seisi rumah akan dipenuhi dengan kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian. Inilah yang disebut sakinah.

Namun tidak bisa dipungkiri, setiap manusia tidak akan terlepas dari masalah. Masalah datang silih berganti tanpa memandang gelar, status sosial, kekayaan, kehormatan, dan sebagainya, tetapi bagaimana kita mampu melewati masalah tersebut dengan penuh kasih dan sayang karena Allah. Inilah kunci yang kedua.

Bukan sekadar kasih sayang, melainkan kasih sayang karena Allah. Menyadari bahwa keturunan (anak) yang diberikan merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dijaga, jika amanah tersebut tidak dapat dijaga, maka sejatinya dia telah berkhianat kepada manusia dan berkhianat kepada Allah SWT, sebagaimanya dinyatakan dalam surat Al-Anfal ayat 26 dan 27.

Maka dalam hadits shahih, Rasulullah memberikan empat kriteria dalam memilih pasangan, yaitu hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Tetapi Rasulullah menekankan untuk melihat agamanya.

Sebab kecantikannya dapat saja menghinakannya (melemparkannya pada kehinaan) dan hartanya dapat menyesatkannya. Maka nikahilah karena agamanya, karena dengan agama, manusia akan dituntun pada jalan kebenaran dan kemuliaan.

Maka masalah apapun yang dihadapi, hendaklah menjadikan Alquran dan Assunnah sebagai tuntunan. Yakni dengan meminta nasihat dari ustadz, kyai, habaib, dan ulama. Konsultasikan setiap masalah dengan niat yang tulus, insyaAllah ada jalan keluarnya.

Jikapun harus berpisah, maka berpisahlah dengan cara yang ma’ruf (baik). Tetap menjalin komunikasi dan hubungan yang baik, termasuk dengan sanak keluarganya, karena tidak ada istilah mantan anak atau mantan orang tua. Semoga setiap kita diberikan hikmah dan kekuatan dalam mengemban amanah tersebut.[]

*Penulis adalah Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Persis DKI Jakarta, Mahasiswa doktoral Universitas Islam Jakarta, Dosen STAIPI Jakarta, Sekretaris Bidang Kerukunan Umat Beragama Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, dan Ketua Bidang KUB LDK-MUI Kota Bekasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

16 + 17 =