Tantangan Umat di Era Digital: Media Sosial Mengaburkan Batas Moral

 Tantangan Umat di Era Digital: Media Sosial Mengaburkan Batas Moral

Ilustrasi: Penggunaan media sosial. [GettyImages]

Di tengah derasnya arus informasi dan kemudahan akses teknologi, kita dihadapkan pada berbagai tantangan moral yang semakin kompleks. Belakangan ini, muncul sebuah laman Facebook bernama “fantasi sedarah” yang sangat mengkhawatirkan. Laman ini menyuguhkan cerita-cerita fiktif yang bertemakan incest dan berbagai penyimpangan seksual lainnya. Lebih parahnya, laman tersebut aktif mengajak masyarakat untuk bergabung dan berpartisipasi seolah-olah hal tersebut adalah sesuatu yang lumrah dan dapat diterima.

Fenomena ini bukan sekadar masalah konten negatif yang beredar di media sosial, melainkan sebuah cermin dari kondisi akidah dan moral umat Islam yang tengah mengalami ujian berat. Hal ini menjadi tanda bahwa nilai-nilai Islam sebagai pedoman hidup semakin tergerus dan perlu mendapatkan perhatian serius dari seluruh elemen umat.

Mengapa penyimpangan seperti ini bisa muncul dan berkembang? jawaban paling mendasar adalah karena melemahnya pondasi akidah dan moral dalam kehidupan kita. Islam mengajarkan bahwa akidah adalah fondasi utama yang menjadi pegangan dalam setiap aspek kehidupan, baik pribadi maupun sosial. Namun, ketika agama hanya dianggap sebagai urusan pribadi dan tidak dijadikan sebagai sistem kehidupan secara menyeluruh, maka moral dan akhlak umat pun mulai goyah.

Sekularisme yang memisahkan agama dari urusan sosial dan pemerintahan adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan nilai-nilai Islam tergeser. Dalam sistem ini, agama dianggap tidak relevan dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat. Akibatnya, batas antara yang halal dan haram menjadi kabur, dan budaya yang bertentangan dengan syariat mulai merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari.

Akidah Melemah, Batas Halal dan Haram Menjadi Kabur

Islam menegaskan pentingnya menjaga batas antara halal dan haram sebagai pedoman dalam hidup. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya halal itu jelas, dan haram itu jelas…” (HR. Muslim). Ketika umat kehilangan pegangan ini, hal-hal yang dahulu dianggap dosa dan tabu mulai dipandang biasa bahkan dilegitimasi atas nama kebebasan dan hak individu.

Fenomena seperti laman “fantasi sedarah” merupakan buah dari kondisi ini. Di balik kemudahan teknologi dan kebebasan berekspresi, ada bahaya besar yang mengintai yaitu merosotnya akhlak dan rusaknya moral umat.

Media Sosial, Ladang Dakwah atau Sarang Kerusakan?

Media sosial sejatinya merupakan sarana dakwah yang sangat potensial untuk menyebarkan kebaikan dan nilai-nilai Islam. Namun, tanpa kontrol moral dan akidah yang kuat, media sosial bisa menjadi ladang subur bagi penyebaran konten negatif.

Algoritma platform media sosial yang menitikberatkan pada popularitas dan klik sering mengabaikan dampak moral dari konten yang beredar. Konten yang memancing sensasi dan kontroversi mudah menyebar luas, sementara konten dakwah dan kebaikan justru kurang diperhatikan.

Karena itu, umat Islam harus aktif menjaga media sosial dengan nilai-nilai Islam yang kokoh. Dakwah digital harus diperkuat agar menjadi benteng dalam melawan kerusakan moral yang merajalela.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine − 9 =