Tafsir Surah An-Nur ayat 1: Awal Surah yang Dimulai dengan Seruan Tegas
Ilustrasi: Membaca Al-Qur’an.
Dalam kerangka pemikiran Sayyid Qutb, Surah An-Nur adalah contoh nyata bagaimana Al-Qur’an berfungsi tidak hanya sebagai kitab spiritual, tetapi juga sebagai konstitusi sosial yang menyusun masyarakat di atas asas ketakwaan, kesucian, dan rasa tanggung jawab.
Ia mengecam keras segala bentuk pemisahan antara agama dan kehidupan sosial, karena menurutnya, hukum Allah mencakup seluruh aspek kehidupan, dan tidak ada satu pun bagian dari kehidupan masyarakat yang boleh berdiri di luar kehendak syariat.
Kemudian dalam Tafsir Al-Manar, Muhammad Rasyid Ridha memberikan perhatian khusus pasa aspek tasyri’ (pembentukan hukum) dalam ayat ini. Ia menjelaskan bahwa Allah membuka surah ini dengan penekanan pada kewajiban hukum-hukum yang dikandungnya, untuk menunjukkan betapa penting dan seriusnya kandungan surah tersebut. Kata “faradnaha” bermakna bahwa hukum-hukum dalam surah ini memiliki kekuatan wajib dan tidak bisa ditawar.
Rasyid Ridha juga menekankan bahwa ayat ini mengandung aspek Pendidikan moral dan sosial, karena ayat-ayat berikutnya membicarakan masalah-masalah yang menyentuh langsung kehidupan keluarga dan Masyarakat, seperti pelarangan zina, pengaturan pakaian Perempuan dan menjaga pandangan. Dalam pandangan beliau, ini adalah bentuk reformasi sosial yang dilakukan melalui wahyu, demi memperbaiki kerusakan moral yang terjadi pada masa itu, baik dikalangan Arab Jahiliyah maupun umat-umat terdahulu.
Adapun dalam Tafsir Ibnu Katsir, penjelasan ayat ini difokuskan pada makna kebahasaan dan konteks hukum. Beliau menyatakan bahwa Surah An-Nur dinamakan demikian karena mengandung cahaya petunjuk dan penjelasan.
Kata “anzalnaha” berarti Allah benar-benar menurunkan surah ini dari langit sebagai wahyu, sedangkan “faraḍnaha” menunjukkan bahwa hukum-hukum dalam surah ini adalah wajib dilaksanakan. Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa “ayat-ayat yang jelas” (ayatin bayyinat) yang disebut dalam ayat ini mencakup ketentuan-ketentuan hukum yang gamblang dan tidak menyisakan keraguan, seperti hukum zina dan hukum li’an.
Beliau menukil pula beberapa riwayat yang menyatakan bahwa surah ini diturunkan dalam konteks penegakan hukum terhadap kasus-kasus pelanggaran moral, seperti peristiwa had zina dan fitnah terhadap ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Karena itu, menurut Ibnu Katsir, surah ini memiliki kedudukan penting dalam menjaga kemuliaan dan kehormatan umat Islam.
Ketiga mufasir ini sepakat bahwa Surah An-Nur diawali dengan gaya bahasa yang penuh ketegasan untuk menunjukkan bahwa hukum-hukum di dalamnya bukan hasil ijtihad manusia, melainkan wahyu yang wajib ditaati. Ayat ini merupakan deklarasi Ilahi atas pentingnya menjaga moralitas, kemuliaan pribadi, dan stabilitas sosial berdasarkan hukum Allah.
Surah An-Nur ayat 1 diawali dengan penegasan yang kuat bahwa ini adalah surah yang Allah turunkan dan tetapkan hukum-hukumnya sebagai kewajiban. Pernyataan ini menunjukkan bahwa isi dari surah ini bukanlah nasihat yang opsional, melainkan aturan-aturan yang wajib ditaati.
Allah SWT juga menyebutkan bahwa di dalamnya terdapat ayat-ayat yang jelas agar manusia dapat mengambil pelajaran. Dalam konteks kekinian, ayat ini dapat dipahami sebagai bentuk penegasan bahwa Islam bukan hanya mengatur aspek ibadah semata, tetapi juga memberikan landasan etika dan hukum yang jelas dalam kehidupan sosial.
Di tengah arus modernisasi dan globalisasi yang sering mengaburkan batas-batas moral, ayat ini menegaskan pentingnya hadirnya aturan yang bersumber dari wahyu sebagai penyeimbang. Masyarakat saat ini menghadapi berbagai tantangan seperti pergaulan bebas, penyalahgunaan media sosial, fitnah, dan kerusakan moral yang meluas.
