Syiar Ramadhan, Kemenag Kirim 213 Daiyah ke Wilayah 3T

Ilustrasi: Salah satu daiyah Kemenag yang dikirim ke wilayah 3T.
Jakarta (MediaIslam.id) – Dalam rangka memperkuat syiar Islam di bulan Ramadhan 1446 H, Kementerian Agama (Kemenag) mengirimkan 213 daiyah dalam program pengiriman 1.000 dai ke wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T).
“Kehadiran mereka sangat dibutuhkan, terutama di daerah yang selama ini memiliki keterbatasan akses terhadap layanan keagamaan,” ujar Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag Ahmad Zayadi dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Selasa (11/03/2025).
Menurut Zayadi, keterlibatan daiyah dalam program ini bagian dari strategi penguatan peran perempuan dalam dakwah Islam yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Pesan Menag untuk Seribu Dai 3T: Jaga Sikap Rendah Hati, Jangan Cari Popularitas di Tempat Tugas
Daiyah tidak hanya menyampaikan ajaran Islam, tetapi juga berperan dalam pemberdayaan perempuan, pendidikan keagamaan anak-anak, serta memperkuat ketahanan sosial di masyarakat.
Ia berharap program ini bermanfaat untuk masyarakat di wilayah 3T dan semakin banyak daiyah yang terlibat di masa mendatang.
“Kami ingin memastikan bahwa dakwah di Indonesia semakin inklusif dan bisa menyentuh semua lapisan masyarakat. Peran perempuan dalam dakwah harus terus diperkuat agar semakin banyak komunitas yang mendapatkan manfaatnya,” ujar dia.
Siti Kasumah, salah satu daiyah yang ditugaskan ke Desa Laelangge, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, merasakan langsung tantangan berdakwah di daerah 3T.
Berasal dari Desa Jabi-Jabi Barat, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh, perempuan berusia 27 tahun ini harus menempuh perjalanan yang tidak mudah untuk sampai ke lokasi tugasnya.
“Medannya cukup sulit. Saya harus melewati jalan berbatu dan sebagian besar masih tanah merah. Kalau hujan turun, jalannya makin licin. Tapi semua itu saya jalani dengan niat dakwah,” ujarnya.
Desa Laelangge merupakan wilayah terpencil dengan akses terbatas terhadap pendidikan agama. Banyak anak-anak yang belum lancar membaca Al-Qur’an, serta kaum ibu yang masih minim pemahaman tentang fikih ibadah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Siti.
“Di sini saya bukan hanya mengajar mengaji, tetapi juga memberi bimbingan keagamaan bagi para ibu, termasuk tentang fikih wanita. Mereka antusias sekali, karena selama ini jarang ada pendakwah perempuan yang bisa mereka ajak berdiskusi lebih dalam tentang persoalan keagamaan yang mereka alami,” kata Siti.