Syekh Aaq Syamsuddin, Sang ‘Penakluk Maknawi’ Konstantinopel
Ilustrasi: Syekh Aaq Syamsuddin bersama dengan muridnya, Sultan Muhammad Al-Fatih.
Sultan pun marah dan berkata, ‘Sesungguhnya salah seorang Turki datang kepadamu. Anda membolehkan dia menyendiri bersama Anda untuk beribadah hanya dengan satu kata. Akan tetapi, Anda menolak permintaanku mengenai hal itu.’
Syekh lalu menjelaskan, Apabila engkau menyendiri bersamaku untuk beribadah, niscaya engkau merasakan kenikmatan yang akan meruntuhkan kesultanan dari pandangan kedua matamu. Akibatnya, urusan kesultanan menjadi kacau. Hal itu akan mendatangkan kemurkaan Allah kepada kita. Tujuan berkhalwah adalah untuk mendapatkan keadilan. Oleh karena itu, engkau seorang harus melakukan hal demikian dan hal demikian.’ Syekh menyebutkan beberapa nasihatnya kepada Sultan.
Tidak lama setelah itu, Sultan mengirimkan uang sebanyak seribu dinar kepadanya, tetapi Syekh tidak mau menerimanya. Ketika Sultan Muhammad keluar dari kemah Syekh Aaq Syamsuddin, dia berkata kepada beberapa orang yang mendampinginya, ‘Syekh tidak mau berdiri menyambutku.’ Orang itu berkata, ‘Barangkali beliau melihat ada kesombongan dalam diri Anda karena penaklukan Konstantinopel ini tidak bisa dilakukan oleh para Sultan besar lainnya. Dengan demikian, beliau ingin melawan sebagian kesombongan itu dari diri Anda.”
Demikianlah, orang alim yang mulia ini selalu berusaha mendidik Sultan Muhammad Al-Fatih mengenai makna-makna iman, Islam, dan ihsan.
Guru Sultan ini tidak hanya menguasai ilmu-ilmu agama dan penyucian jiwa, tetapi juga menguasai ilmu-ilmu mengenai tumbuhan (botani), kedokteran, dan herbal. Pada zamannya, dia sangat terkenal menguasai ilmu-ilmu duniawi dan mengkaji ilmu tumbuh-tumbuhan (botani) beserta khasiatnya untuk mengobati penyakit. Reputasinya dalam bidang itu sampai mendorong orang-orang untuk mengatakan, “Sesungguhnya tumbuh-tumbuhan itu berbincang-bincang kepada Syekh Aaq Syamsuddin.”
Imam Asy-Syaukani mengatakan, “Selain menjadi dokter hati, Syekh Aaq Syamsuddin juga menjadi dokter fisik. Di kalangan masyarakat sampai terkenal berita bahwa sebatang pohon memanggilnya dan berkata, ‘Saya adalah penyembuh penyakit si Fulan.’ Kemudian, berkahnya menjadi sangat terkenal dan keutamaannya menjadi terlihat jelas.”
Syekh Aaq Syamsuddin sangat memperhatikan penyakit-penyakit fisik seperti perhatiannya terhadap penyakit-penyakit psikis. Secara khusus, dia memperhatikan penyakit-penyakit menular. Sebab, penyakit-penyakit ini telah menyebabkan meninggalnya ribuan orang pada zamannya. Dia menulis buku mengenai masalah ini dalam bahasa Turki dengan judul “Maadatul Hayaat” (Materi Kehidupan).
Di dalam buku itu, dia berkata, “Termasuk kesalahan anggapan masyarakat bahwa penyakit-penyakit itu menjangkiti manusia secara spontan. Sebenarnya penyakit-penyakit itu berpindah dari satu orang ke orang lain melalui penularan. Penularan ini sangat kecil dan halus hingga tidak mampu dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi, penularan ini terjadi dengan perantaraan benih yang hidup.”
Dengan demikian, Syekh Aaq Syamsuddin telah mendefinisikan mikroba pada abad ke-15 M. Dia adalah orang pertama yang melakukan hal tersebut. Padahal pada saat itu belum ada mikroskop. Empat abad setelah masa Syekh Aaq Syamsuddin, barulah muncul seorang ahli kimia dan biologi asal Prancis bernama Louis Pasteur. Dia melakukan penelitian dan mendapatkan hasil yang sama.
Syekh Aaq Syamsuddin juga memperhatikan penyakit kanker. Dia menulis buku mengenai penyakit ini. Dalam bidang kedokteran, Syekh menulis dua buku: Maadatul Hayaat (Materi Kehidupan) dan Kitab Al-Thibb (Buku Kedokteran). Keduanya ditulis dalam bahasa Turki dan Utsmani. Selain itu, Syekh mempunyai tujuh buku berbahasa Arab: Hall Al-Musykilât, Ar-Risalah An-Nuriyah, Maqâlât Al-Auliya’, Risalah fi Dzikrillâh, Talkhish Al-Mata’in, Daf’u Al-Mata’in, dan Risalah fi Syarh Haji Bayâram Wali.
