Syekh Aaq Syamsuddin, Sang ‘Penakluk Maknawi’ Konstantinopel

 Syekh Aaq Syamsuddin, Sang ‘Penakluk Maknawi’ Konstantinopel

Ilustrasi: Syekh Aaq Syamsuddin bersama dengan muridnya, Sultan Muhammad Al-Fatih.

Kemudian Syekh yang alim dan wara’ tersebut, yaitu Syekh Aaq Syamsuddin, bangkit menyampaikan pidato di hadapan mereka. Dia berkata, “Wahai tentara Islam! Ketahuilah dan ingatlah bahwa Nabi bersabda mengenai kondisi kalian:

لتَفْتَحَنَّ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ فَلَنِعْمَ الأميرُ أَمِيرُهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْسُ ذَلكَ الْجَيْشُ

Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin (yang menaklukkan)nya dan sebaik-baik tentara adalah tentaranya.

Kita memohon kepada Allah semoga Dia memberi kita taufik dan mengampuni kita. Ingatlah, kalian tidak boleh berlebih-lebihan terhadap harta ghanimah yang kalian dapatkan. Kalian tidak boleh menghambur-hamburkannya. Gunakanlah harta tersebut untuk urusan kebaikan penduduk kota ini. Dengarkan, taati, dan cintailah Sultan kalian.”

Kemudian Syekh Aaq Syamsuddin menoleh kepada Sultan Muhammad Al-Fatih. Dia berkata, “Wahai Sultanku! Anda telah menjadi penyejuk mata keluarga Utsman. Oleh karena itu, jadilah selalu mujahid fi sabilillah.” Kemudian dia meneriakkan takbir dengan suara sangat keras.

Setelah penaklukan Konstantinopel, Syekh Aaq Syamsuddin menemukan makam seorang sahabat yang mulia, Abu Ayyub Al-Anshari di sebuah tempat dekat dengan benteng Konstantinopel.

Syekh Aaq Syamsuddin adalah orang yang pertama menyampaikan khotbah Jumat di Masjid Aya Shopia.

Khawatir Sultan Terlena

Sultan Muhammad Al-Fatih sangat mencintai gurunya, Syekh Aaq Syamsuddin. Sang guru mempunyai posisi terhormat dalam diri Sultan. Sultan menjelaskan kepada orang-orang di sekitarnya setelah penaklukan Konstantinopel, “Sesungguhnya kalian melihatku sangat gembira. Kegembiraanku bukan karena penaklukan benteng ini saja. Akan tetapi, kegembiraanku muncul karena adanya seorang Syekh yang mulia pada zamanku. Dia adalah guruku, Syekh Aaq Syamsuddin.”

Sultan mengungkapkan rasa segannya kepada gurunya dalam sebuah perbincangan dengan seorang menterinya, Mahmud Pasha. Sultan Muhammad Al-Fatih berkata, “Sesungguhnya penghormatanku kepada Syekh Aaq Syamsuddin adalah penghormatan tanpa disadari (reflek). Setiap kali berada di sampingnya, saya merasa sangat terpengaruh dan segan kepadanya.”

Pengarang buku Al-Badr Ath-Thâli’ menyebutkan, “Sehari setelah itu, Sultan datang ke kemah Syekh Aaq Syamsuddin. Saat itu, Syekh sedang berbaring. Dia tidak bangkit menyambut Sultan. Sebaliknya, Sultan mencium tangannya dan berkata, ‘Saya mendatangi Anda karena ada keperluan.’ Syekh bertanya, ‘Keperluan apa itu?’ ‘Bolehkah saya menyendiri (khalwah) bersama Anda untuk beribadah?”, Sultan balik bertanya.

Syekh Aaq Syamsuddin menolak permintaan Sultan. Akan tetapi, Sultan terus menerus memintanya, sedangkan Syekh tetap menjawab, ‘Tidak.’

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

9 + 19 =