Syariah Melindungi Minoritas
AL-ISLAM
Mereka dijamin untuk tetap memeluk agamanya, dan tidak boleh dipaksa masuk Islam. Allah SWT berfirman: “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam.” (QS. al-Baqarah [02]: 256).
Kebijakan ini juga tampak dengan jelas dalam surat Rasulullah saw kepada Ahli Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani Yaman yang diserukan untuk memeluk Islam:
“Siapa saja orang Yahudi atau Nasrani yang telah memeluk Islam, maka dia merupakan orang Mukmin. Dia berhak mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan orang Mukmin. Dan siapa saja yang tetap dengan ke-Yahudian atau ke-Nasraniannya, maka dia tidak boleh dihasut untuk meninggalkannya.” (Lihat Abu ‘Ubaid, al-Amwal, hal. 28; Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyyah, Juz II/588)
Karena itu, mereka diberikan kebebasan untuk memeluk agamanya; beribadah dengan tatacara agamanya; makan dan minum sesuai dengan ketentuan agamanya; kawin dan cerai mengikuti agamanya.
Mereka diperbolehkan untuk makan babi dan minum khamer, serta mengenakan pakaian sesuai dengan ketentuan agamanya. Semuanya ini merupakan keistimewaan yang diberikan oleh Islam kepada mereka.
Sementara untuk pendirian tempat-tempat ibadah, seperti Gereja dan Sinagog, persoalan ini dikembalikan pada status wilayah tersebut.
Menurut Abu ‘Ubaid dan Ibnul Qayyim seperti dikutip Dr. Kamal Sa’id Habib dalam bukunya, al-Aqalliyat wa as-Siyasah fi al-Khubratil al-Islamiyah, jika daerah tersebut merupakan daerah hasil penaklukan maka diperbolehkan orang-orang non-Muslim untuk merenovasi dan membangun tempat ibadah mereka setelah mendapat persetujuan dari kepala negara.
Sedangkan daerah-daerah yang sejak semula ditempati oleh umat Islam, maka tidak diperbolehkan berdiri tempat-tempat beribadah orang-orang non-Muslim.
Tidak Boleh Dizhalimi
Sebagai warga negara, hak-hak orang non-Muslim dijamin oleh Islam. Bahkan Islam mengancam siapa saja yang melakukan kezaliman kepada mereka, atau menciderai hak-hak mereka.
