Sumber Hukum Islam

 Sumber Hukum Islam

Oleh:

Dr. KH. Zakky Mubarak, M.A.

 

SUMBER hukum Islam yang pertama adalah al-Qur’an, yang kedua adalah al-Sunnah, dan yang ketiga adalah ijtihad. Dari sumber yang ketiga ini dapat dikembangkan lebih jauh menjadi ijma’ dan qiyas. Al-Qur’an adalah wahyu Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallāhu ‘alaihi wa sallam melalui Malaikat Jibril secara berangsur-angsur. Ia merupakan mukjizat dan pedoman hidup bagi umat Islam. Kitab ini diturunkan kepada Nabi Muhammad antara tahun ke-41 dari kelahiran Nabi Muhammad sampai tahun ke-10 hijriyah atau tahun ke-63 dari kelahiran Nabi Shallallāhu ‘alaihi wa sallam.

Rentang waktu turunnya al-Qur’an diperkirakan selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari. Sebagian dari hikmah diturunkannya al-Qur’an secara bertahap adalah agar hati Nabi Muhammad Shallallāhu ‘alaihi wa sallam menjadi kuat dan tetap, serta memberikan kemudahan bagi umatnya untuk menghafal dan memahami kitab suci yang agung tersebut.

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوۡلَا نُزِّلَ عَلَيۡهِ ٱلۡقُرۡءَانُ جُمۡلَةٗ وَٰحِدَةٗۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَۖ وَرَتَّلۡنَٰهُ تَرۡتِيلٗا

“Berkatalah orang-orang yang kafir: ‘Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?’ Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. al-Furqan [25]: 32).

Sebagai pedoman hidup yang kekal dan abadi, keotentikan al-Qur’an sejak diturunkan hingga akhir zaman senantiasa terpelihara. Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā menjamin keotentikan kitab suci ini sehingga tidak terkontaminasi atau tercampur dengan ajaran lainnya. Banyaknya para ḥafidz dan qāri’, atau para penghafal serta pengkaji al-Qur’an, merupakan salah satu kehendak Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā untuk menjaga otensitas kitab suci tersebut.

Oleh karena itu, setiap kali ada usaha pemalsuan al-Qur’an, baik seluruhnya maupun sebagian ayatnya, pasti dengan mudah dapat diketahui dan digagalkan. Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā memberikan jaminan yang pasti mengenai kemurnian al-Qur’an dalam firman-Nya:

إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr [15]: 9).

Dalam tārīkh al-tasyrī‘ al-Islāmī atau sejarah pembinaan hukum Islam, disebutkan bahwa al-Qur’an merupakan pedoman yang pertama dan utama bagi umat Islam. Pada masa hayat Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam, setiap persoalan selalu dikembalikan solusinya kepada al-Qur’an. Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam perilaku sehari-hari selalu mengacu kepada al-Qur’an. Kehidupan beliau menurut Ummul Mukminin Sayyidah ‘Aisyah r.a. merupakan pengejawantahan dan refleksi dari nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur’an. “Akhlaknya adalah al-Qur’an,” demikian jawab ‘Aisyah ketika ditanya Sa’ad bin Hisyam mengenai budi pekerti Nabi Shallallāhu ‘alaihi wa sallam (HR. Ahmad, 24629).

Mengenai dalil yang menunjukkan kehujjahan al-Qur’an, selain ayat-ayat tersebut di atas, adalah beberapa ayat lain yang mewajibkan kaum Muslimin untuk menaati Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā dan Rasul-Nya secara total. Menaati Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berarti melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Demikian pula diperintahkan agar senantiasa menjadikan Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam sebagai suri teladan dalam kehidupan setiap pribadi Muslim.

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ

“Katakanlah: ‘Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 31).

Seluruh umat Islam diperintahkan untuk menaati Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā dan Rasul-Nya secara sungguh-sungguh serta merealisasikan ketaatan itu dalam kehidupan sehari-hari.

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَلَا تُبۡطِلُوٓاْ أَعۡمَٰلَكُمۡ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu).” (QS. Muhammad [47]: 33).

Orang-orang yang beriman diarahkan agar senantiasa menaati Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā dan Rasul-Nya serta tidak boleh berpaling atau meninggalkan perintah-perintah tersebut.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَوَلَّوۡاْ عَنۡهُ وَأَنتُمۡ تَسۡمَعُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling darinya sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya).” (QS. al-Anfal [8]: 20).

Ayat-ayat tersebut menegaskan adanya dua perintah, yaitu taat kepada Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā dan taat kepada Rasul-Nya. Menaati perintah Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berarti menaati petunjuk al-Qur’an sebagai firman-Nya. Sedangkan menaati Rasulullah berarti mengikuti sunnah beliau, baik perintah maupun larangan. Senada dengan perintah ayat-ayat di atas, Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوا أَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ

“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik, 1395).*

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

10 − 10 =