Selingkuh Jadi Lumrah, Bikin Takut Nikah?
Ilustrasi
Ini adalah pemahaman yang keliru, kurangnya edukasi tentang idealnya pernikahan sesuai dengan syariat. Contoh lainnya, suami dan istri sama-sama bekerja, kepengurusan anak dan rumah jadi terbengkalai, tanpa adanya pemahaman hal apa yang harus dilakukan jika keduanya sama-sama bekerja. Pada akhirnya kasus-kasus seperti ini berujung pada keretakan rumah tangga, perceraian atau ketidakpuasan terhadap pasangan dan mencari kepuasan dari orang lain, salah satunya berselingkuh.
Berita menikah dan bercerai menjadi berita yang selalu ada di setiap harinya. Esensi pernikahan saat ini menjadi berkurang, karena edukasi tentang betapa sakralnya janji pernikahan di hadapan Allah bukan lagi hal yang harus diketahui. Cukup dengan landasan cinta, minim ilmu dan kesiapan yang lainnya saja sudah bisa membuat sepasang laki-laki dan perempuan bisa menikah.
Sedangkan dalam Islam, menikah atau membangun rumah tangga merupakan sebuah ibadah yang panjang, yang harus dipersiapkan dengan matang secara fisik, ilmu dan mentalnya. Pernikahan dalam Islam adalah sesuatu yang sangat saral, maka dari itu disebut juga dengan mitsaqan ghalidza, diambil dari pendapat Ibnu Katsir dalam kitab shahih Muslim yang berarti ketika seorang laki-laki mengambil perempuan dari orangtuanya dengan maksud dinikahi, berarti laki-laki tersebut telah melakukan perjanjian atas nama Allah sebagaimana ia telah menghalalkan melalui kalimat Allah. Perjanjian yang agung yang dilakukan dengan Allah, jadi sesungguhnya kedua pasangan memiliki tangung jawab yang besar di hadapan Allah SWT.
Permasalahan perselingkuhan adalah masalah yang sistematis, tidak bisa diselesaikan hanya dari sebagian aspek saja. Seperti yang disebutkan diawal, perselingkuhan juga akan memberikan efek domino yang berakibat pada anak. Sehingga hal ini juga harus diselesaikan secara sistematis. Dimulai dari tata aturan sosial yang harusnya menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Dalam aspek individu, Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurat sesua dengan yang Allah perintahkan serta menundukan pandangan sama lainnya. Ketakwaan individu kepada Allah akan menimbulkan rasa takut kepada Allah, dan akan berpikir berulang kali untuk melakukan kemaksiatan. Tatanan kemasyarakatan juga akan terbentuk baik, karena masyarakat sadar akan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, saling mengingatkan dan mengontrol jika ada kemaksiatan yang berkembang di tengah-tengahnya.
Tidak hanya itu, pilar terpenting adalah peran negara, penguasa yang memiliki kewajiban meriayah umat, memberikan edukasi bagaimana pentingnya sebuah pernikahan, punya wakil dalam menengahi permasalahan rumah tangga apa bila sudah tidak bisa lagi diselesaikan oleh keluarga kedua belah pihak. Seperti pada masa Rasulullah Saw, yang menjadi penengah Habibah bint Sahl istri Tsabit bin Qays ra, yang mengaku ingin bercerai karena tidak sanggup lagi menjadi istrinya. Akhirnya perceraian-pun terjadi. Di sini Rasulullah Saw, menjadi pemimpin umat yang juga menjalankan perannya dalam menengahi permasalahan yang sifatnya pribadi.
Inilah yang seharusnya dilakukan para pemimpin kaum Muslimin. Maka jelas penerapan syariat Islam yang dapat mengatur segala urusan umat akan mengurangi rasa takut para pemuda saat ini dengan sebuah pernikahan dan fenomena perselingkuhan.
Jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh, fenomena perselingkuhan dapat dihapuskan, karena Islam sudah jelas melarang mendekati zina, tidak akan membuka jalan interaksi-interaksi haram yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Hanya sistem Islamlah yang mampu menjaga keutuhan rumah tangga, menghapuskan maraknya fenomena perselingkuhan, dan menjaga niat ikhlas para pemuda yang memang ingin menikah. Wallahua’lam.[]
Albayyinah Putri, Penulis adalah Graduate Student, Environmental Engineering, South Korea.
