Sejarah Singkat Etnis Muslim Rohingya di Myanmar

Pengungsi muslim Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh.
Kampung-kampung Muslim dibakar, hartanya dijarah, para lelakinya dibantai dan diusir dari tempat tinggal mereka.
Hingga saat itu, pemerintah Myanmar bersikukuh menolak mengakui keberadaan mereka di Myanmar. Mereka mengatakan penduduk Rohingya bukan asli Myanmar. Pemerintah juga mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai migran ilegal.
Presiden Myanmar saat itu, Thein Sein, juga mengeluarkan pernyataan menyakitkan, Muslim Rohingya harus diusir dari Myanmar. Sein juga mengatakan, sebaiknya Muslim Rohingya dikirim ke kamp pengungsi yang dikelola PBB.
Mantan Jenderal Junta tersebut mengatakan, bahwa satu-satunya solusi untuk mengatasi konflik Muslim dan Buddha di Myanmar adalah dengan mengirim Muslim Rohingya ke luar Myanmar. Ia meminta Muslim Rohingya dikirim ke kamp pengungsi yang dikelola United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
“Kami akan mengusir mereka jika ada negara ketiga yang mau menerima mereka. Ini adalah solusi terbaik untuk masalah ini,” ujar Sein, Kamis (12/07/2012) silam.
Pada 2015, Pemerintah Myanmar mencabut status kewarganegaraan etnis Rohingya. Myanmar mengumumkan data terbaru sensus nasional yang pertama sejak 30 tahun terakhir, Jumat (29/5). Sensus dilaporkan Myanmar dengan mengesampingkan keberadaan kelompok etnis muslim Rohingya.
Selain itu, sensus terbaru Myanmar juga tidak menghitung data soal komposisi etnis serta agama dari penduduk yang berjumlah total 51,5 juta. Data sensus Myanmar menegaskan bahwa negara tersebut hingga kini tidak mengakui 1,1 juta muslim Rohingya sebagai penduduk resmi.
Padahal sebelumnya pemerintah Myanmar berjanji kepada masyarakat internasinoal untuk membiarkan etnis Rohingya mengidentifikasi diri sesuai dengan agama dan etnisitasnya dalam sensus yang digelar pada Maret-April 2014. Namun satu hari sebelum survei dilaksanakan, pemerintah menyatakan bahwa penggunaan istilah Rohingya tidak akan diizinkan.
Puncaknya pada 2017, saat gelombang kekerasan besar-besaran di Rakhine memaksa lebih 742.000 orang – setengahnya anak-anak – mencari perlindungan di Bangladesh. Peristiwa ini menjadi eksodus terbesar dalam sejarah Rohingya.
Seluruh desa dibakar, ribuan keluarga dibunuh atau terpisah, dan pelanggaran hak asasi manusia membanjiri laporan-laporan lembaga kemanusiaan. [SR/dbs]