Sejarah Singkat Etnis Muslim Rohingya di Myanmar

Pengungsi muslim Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh.
Pada masa Pendudukan Jepang, umat Budha lebih mendapatkan tempat di pemerintahan jika dibandingkan dengan etnis Rohingya. Sementara itu, etnis Rohingya dibantu oleh Pemerintah Inggris, mereka dipersenjatai agar bisa melawan Jepang. Sayangnya, hal itu diketahui oleh Pemerintah Jepang, sehingga timbullah pembantaian kepada etnis Rohingya, mereka pun banyak yang melarikan diri ke Bangladesh. Hal inilah yang kelak menyebabkan etnis Rohingya tidak mendapat pengakuan dari Pemerintah Myanmar sekarang.
Selepas Perang Dunia II, etnis Rohingya sempat mendirikan negara. Namun, tidak ada satu pun negara yang mau mengakuinya. Di sisi lain, Birma telah mendapatkan kemerdekaan pada 1948, mereka menganggap Rohingya merupakan pemberontak yang harus dibasmi.
Keadaan etnis Rohingya semakin parah ketika Jenderal Ne Win melakukan kudeta pada 1962, sehingga muncullah operasi militer terhadap etnis Rohingya, salah satu operasi yang paling terkenal adalah “Operasi Raja Naga” pada 1978, akibatnya 200.000 etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
Pemerintah Bangladesh sempat melakukan protes terkait gelombang pengungsi sebanyak itu. Mengingat Bangladesh baru saja memisahkan diri dari Pakistan. PBB pun turun tangan untuk mengatasi masalah Rohingya.
Dalam kesepakatan yang dimediasi oleh PBB, etnis Rohingya dapat kembali ke Myanmar. Pemerintah Bangladesh pun menyambutnya dengan keputusan jika Rohingya bukan merupakan bagian dari warga negara Bangladesh.
Namun, pada 1982 Undang-Undang Imigrasi baru yang diberlakukan di sana mendefinisikan orang-orang yang bermigrasi selama pemerintahan Inggris sebagai imigran ilegal. Pemerintah Burma pun menggolongkan orang-orang Rohingya ke dalam golongan tersebut.
Lebih dari 250 ribu pengungsi Rohingya melarikan diri dari apa yang mereka sebut sebagai kerja paksa, pemerkosaan, dan penganiayaan agama oleh tentara Myanmar. Para tentara itu menyebutkan, pihaknya sedang berusaha untuk membawa pesanan ke Rakhine. Kejadian ini terjadi dua tahun setelah Burma diubah menjadi Myanmar.
Dari 1992 hingga 1997, melalui perjanjian repatriasi lainnya, sekitar 230 ribu orang Rohingya kembali ke Rakhine.
Keadaan etnis Rohingya tidak juga membaik. UNHCR menyebut hidup dan kehidupan mereka selama puluhan tahun mengalami kekerasan, diskriminasi, dan persekusi. Termasuk oleh pemerintah junta militer Myanmar.
Pada 2012, terjadi penyerangan oleh kaum Budha radikal di Rakhine terhadap muslim Rohingya yang menewaskan lebih dari 100 orang. Dari jumlah itu, lebih banyak orang Rohingya yang menjadi korban.