Sahkan Perkawinan Beda Agama, PN Tangerang Langgar Konstitusi dan Hukum Agama
Anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf.
“Dalam Surah Al-Baqarah, Allah memerintahkan agar laki-laki beriman tidak menikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Begitupun sebaliknya, perempuan yang beriman dilarang untuk dinikahkan dengan laki-laki musyrik sebelum mereka beriman. Sementara dalam Surah Al-Mumtahanah ditegaskan, tidak halal hukumnya perempuan mukmin menikah dengan orang kafir,” ungkapnya.
Legislator Dapil Jawa Tengah 1 ini menambahkan, Musyawarah Nasional MUI ke-VII pada bulan Juli tahun 2005 telah menerbitkan Fatwa No. 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 Tentang Perkawinan Beda Agama. Fatwa tersebut menetapkan perkawinan beda agama hukumnya adalah haram dan tidak sah.
Dalam poin pertimbangannya, MUI menilai perkawinan beda agama disinyalir banyak terjadi belakangan ini, sehingga selain mengundang perdebatan di antara sesama umat Islam, fenomena perkawinan beda agama juga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
“Di samping itu, ada kekhawatiran terhadap munculnya pemikiran yang membenarkan perkawinan beda agama dengan dalih HAM dan kemaslahatan. Terakhir, MUI memandang penerbitan fatwa adalah untuk memelihara ketenteraman kehidupan rumah tangga,” ungkapnya.
Selain itu, lanjutnya, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang kedudukannya tertuang dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 meskipun tidak bersifat mengikat, perkawinan beda agama juga diatur secara spesifik dalam Buku I tentang Hukum Perkawinan Bab VI Tentang Larangan Kawin.
Misalnya di Pasal 40 huruf (c) disebutkan, larangan melangsungkan perkawinan antara pria dan wanita dalam keadaan tertentu, salah satunya apabila wanita tersebut tidak beragama Islam.
Selanjutnya di dalam Pasal 44 secara tegas dinyatakan seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam, paparnya.
“Atas dasar itu, kami memandang pernikahan beda agama tidak dapat dibenarkan perbuatannya karena melanggar hukum negara dan hukum agama. Karena itu kami mengimbau khususnya kepada umat Islam untuk teguh dalam mengamalkan ajaran Islam yang telah diyakini kebenarannya dan tunduk pada hukum negara,” sambungnya.
Bukhori juga mengingatkan kepada PN Tangerang agar tidak gegabah menerbitkan putusan dengan maksud melegalisasi pernikahan beda agama.
“Sebab, selain dapat merendahkan, bahkan merusak ajaran Islam, tindakan itu adalah bentuk pembangkangan terhadap negara,” pungkasnya. []
