Riba: Hukum dan Bahayanya
Ilustrasi
2. Dosa riba setara dengan perbuatan dosa seseorang menzinahi ibundanya. Diriwayatkan dari Baraa’ bin ‘Azib RA، Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dosa riba terdiri dari 72 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang Iaki-Iaki yang menzinai ibu kandungnya.” (HR Thabrani).
Salah seorang perawi hadits ini bernama Umar bin Rashid. Dia dhukumi lemah oleh mayoritas ulama hadits.
3. Dosa riba lebih besar dari zina. Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya satu dirham yang didapatkan seorang Iaki-laki dari hasil riba Iebih besar dosanya di sisi Allah daripada berzina 36 kali.” (HR Ibnu Abi Dunya).
4. Laknat untuk para pelaku riba. Begitu besarnya dosa riba, maka wajar jika Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pelakunya sebagaimana diriwayatkan Jabir RA, ia berkata, “Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semuanya sama (berdosa).” (HR Muslim).
Ayat-ayat dan hadits-hadits ini menjelaskan hukum keharaman riba dan bahayanya sekaligus. Adapun hikmah diharamkan riba karena riba mengandung banyak kemudharatan (bahaya), baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat. Oleh sebab itu, Al-Qur’an dan As-Sunnah mengharamkannya.
Terkait dengan polemik Qanun LKS baru-baru ini, maka kita sangat menyanyangkan orang-orang yang mengusulkan atau mendukung revisi Qanun LKS untuk bisa menghadirkan bank konvesional kembali beroperasi di Aceh. Sebenarnya mereka tidak paham syariat khususnya Fiqh muamalah atau Fiqh Ekononi Islam. Mereka menyamakan bank Syariah dengan konvensional,. Bahkan mereka lebih menyukai bank konvensional yang menerapkan riba daripada bank Syariah yang menerapkan prinsip Syariah. Parahnya lagi, menjelekkan sistem Syariah yang dipakai oleh bank Syariah dan menghalalkan riba yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya yang telah disepakati oleh para ulama. Tentu perilaku ini membahayakan aqidah pelakunya, karena bisa membatalkan keimanannya.
Bank Syariah tidak sama dengan bank konvensional. Bank Syariah tidak menyediakan produk pinjaman dengan pembayaran lebih atau bunga. Karena, pinjaman dengan pembayaran lebih atau pakai bunga adalah riba. Sedangkan riba hukumnya haram. Oleh karena itu, Bank Syariah tidak memakai akad atau produk pinjaman dengan pembayaran lebih atau bunga. Jadi bank Syariah tidak memakai sistem riba. Berbeda dengan bank konvensional yang memakai sistem riba dengan menyediakan prosuo pinjaman dengan pembaylaran lebih atau bunga. Inilah riba yang diharankan dalam Islam.
Bank Syariah hanya menyediakan produk qardhul hasan (pinjaman tanpa bunga).. Hukumnya boleh, bahkan sunnat. Karena ini sifatnya ta’awun (tolong menolong). Namun produk ini bersifat terbatas, tidak diperuntukkan untuk setiap orang. Produk ini hanya diberikan kepada lembaga keummatan yang dipercayai. Karena, bank membutuhkan biaya operasional. Maka bank harus mencari keuntungan yangvdiperoleh dengan akad musyarakah, mudharabah dan bai’u murabahah untuk menutupi biaya kebutuhan operasional ini. Bila tidak, maka bank menjadi bangkrut.
Bank Syariah memakai sistem bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari kerjasama dalam investasi yang halal antara Bank Syariah dengan nasabah berupa akad musyarakah dan mudhabarah dengan persentase yang telah disepakati. Bagi hasil ini ditentukan berdasarkan untung dan rugi. Keuntungannya tidak ditentukan dari awal dengan persentase tertentu. Jadi, bagii hasil bisa bervariasi setiap bulanmya sesuai kondisi untungan yang diperoleh oleh pihak bank dari investasi dana nasabah.
Adapun untuk pembiayaan, Bank Syariah memakai akad bai’u murabahah, yaitu jual beli dengan mengambil keuntungan tertentu yang telah disepakati dan diketahui atau disebutkan pada saat akad. Produk inilah yang sering disalahpahami oleh kebanyakan orang dengan menyamakannya-dengan produk pinjaman pada bank konvensional dengan pembayaran lebih atau bunga.
