Respon Menkeu, Ketua MUI Dorong Perbaikan Tata Kelola Zakat dan Pajak

 Respon Menkeu, Ketua MUI Dorong Perbaikan Tata Kelola Zakat dan Pajak

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Ni’am Sholeh.

Jakarta (Mediaislam.id) – Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh mendorong adanya perbaikan tata kelola zakat dan pajak agar bisa mendatangkan manfaat secara optimal.

Hal ini Prof Ni’am sampaikan dalam menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyamakan pajak dengan zakat dan wakaf beberapa waktu lalu.

“Dalam setiap rezeki ada hak orang lain. Caranya hak orang lain itu diberikan ada yang melalui zakat, wakaf dan ada yang melalui pajak. Pajak itu kembali kepada yang membutuhkan,” kata Sri Mulyani dalam kegiatan Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025.

Prof Ni’am menjelaskan, dalam tata kelola pemerintah Indonesia yang mengedepankan hubungan simbiotik dalam relasi agama-negara, zakat dan pajak dibedakan, meski memiliki keterkaitan.

“Ke depan, penting juga dilakukan perbaikan tata kelola zakat dan pajak agar bisa mendatangkan manfaat secara optimal,” kata Prof Ni’am dikutip dari MUIDigital, Senin (18/8/2025).

Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta menjelaskan, bagi Muslim yang wajib zakat dan telah menunaikan zakat, bisa diberikan insentif untuk pengurangan pajak.

“Konsekuensinya, jika wajib zakat tidak menunaikan secara baik, negara dapat menggunakan instrumen pemaksa,” ungkapnya.

Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat menerangkan, hal ini sebagai manifestasi dari perintah zakat dalam Qs At-Taubah ayat 103:

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

“Akan tetapi, tata kelola dan distribusinya harus tetap dalam koridor kepatuhan syariah. Untuk itu, diperlukan adanya kepercayaan publik pada penyelenggara negara; harus dipastikan amanah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Prof Ni’am mengatakan, zakat dan pajak memiliki perbedaan, yakni zakat merupakan terminologi keagamaan, sementara pajak merupakan terminologi kenegaraan.

Prof Ni’am menjelaskan dalam terminologi tersebut, zakat merupakan bagian dari ibadah, yang memiliki ketentuan spesifik; kepada siapa diwajibkan dan kepada siapa serta untuk apa didistribusikan.

“Ini sebagai cermin ketaatan keagamaan yang merupakan manifestasi relasi ilahiyah; hubungan vertikal, antara hamba dengan Allah,” tegasnya.

Sementara pajak, didasarkan pada pola relasi yang bersifat horisontal; hubungan antara negara dan warga negara. “Bisa jadi keduanya sama-sama keharusan, tapi sumbernya berbeda dan karakteristiknya juga berbeda,” tutupnya. [ ]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

2 × one =