Rempang Eco City, Proyek Cuan Korporasi

Rempang Eco City
SUDAH dua pekan Rempang bergejolak, konflik agraria tersebut bermula dari Badan Pengusahaan (BP) Batam beserta TNI dan Polri melakukan pengukuran dan pematokan batu yang berujung pada pengosongan lahan.
Pengosongan lahan ini dilakukan untuk mendukung rencana pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.
Proyek ini ditangani oleh Otoritas Zona Bebas Indonesia (BP Batam) dan PT Makmur Elok Graha (MEG) yang telah bekerjasama dengan Xinyi Group, perusahaan kaca terbesar dari China.
Dengan adanya Proyek Strategis Nasional tersebut ditargetkan mampu menarik investasi sebesar Rp 381 triliun pada tahun 2080 (detik.com). Sayangnya proyek tersebut harus mengorbankan rakyat. Kurang lebih 7.500 jiwa harus direlokasi dari tempat tinggalnya. Padahal diketahui masyarakat Rempang telah lama bermukim disana. Rempang sendiri memiliki sejarah yang sangat penting bagi masyarakat Melayu.
Dikutip Republika.co.id, menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) telah terjadi 207 kasus konflik agraria di Tanah Air sepanjang tahun 2021. Meningkatnya konflik agraria ini terjadi pada sektor infrastruktur berkaitan dengan Proyek Strategis Nasional (PSN). Lagi-lagi pembangunan menumbalkan korban, hampir semua Proyek Strategis Nasional yang digagas pemerintah memaksa relokasi masyarakat yang tinggal disana.
Kasus Rempang menambah daftar panjang konflik agraria di Tanah Air. Pola konflik agraria selalu sama yakni saling klaim. Meski masyarakat Melayu Rempang telah ada sebelum kemerdekaan, pemerintah tetap mengklaim bahwa tanah tersebut merupakan milik negara. Kemudian memperkuatnya dengan asas kepentingan umum seperti investasi yang manfaatnya lebih besar.
Jika memang investasi ini diperuntukkan untuk rakyat, pertanyaannya rakyat yang mana yang hendak disejahterahkan?
Pada realitasnya, manfaat yang didapatkan dari proyek tersebut justru dinikmati oleh para korporasi. Disini negara berpihak kepada kepentingan korporasi bukan lagi kepentingan rakyat.
Perspektif Islam
Islam sebagai akidah serta sistem kehidupan memiliki seperangkat aturan menyeluruh yang dapat memecahkan problematika kehidupan. Dalam Islam terkait permasalahan tanah ini diatur dalam sistem ekonomi Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam, lahan memiliki tiga status kepemilikan. Pertama kepemilikan individu seperti lahan hunian, pertanian, ladang kebun. Kedua kepemilikan umum seperti hutan, laut dan pertambangan. Ketiga kepemilikan negara seperti lahan yang tidak berpemilik dan bangunan milik negara.