Refleksi 79 Tahun Kemerdekaan Indonesia

 Refleksi 79 Tahun Kemerdekaan Indonesia

Ilustrasi: Anak-anak SD yang merupakan masyarakat adat Suku Talang Mamak di Jambi. [foto: ANTARA]

TAHUN ini rakyat Indonesia memperingati kemerdekaan ke-79. Momen ini berlangsung tahun ke tahun, namun kondisi negara ini justru semakin memprihatinkan. Indonesia yang juga mempunyai target capaian dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.

Nyatanya mendapat peringatan darurat selang beberapa hari pasca peringatan kemerdekaan. Kondisi semakin runyam, rakyat menuntut jalan keluar. Lantas, kemerdekaan seperti apa yang kita harapkan?

Kondisi yang runyam dibuka dengan dikeluarkannya PP No.28 Tahun 2024 oleh Presiden Jokowi tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi usia remaja dan anak sekolah. Mengutip dari rri.co.id permasalahan berpusat pada pasal yang mengatur tentang kesehatan reproduksi remaja, khususnya mengenai penyediaan alat kontrasepsi untuk usia sekolah.

Regulasi ini sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan layanan kesehatan preventif dan promotif yang justru memicu kontroversi di tengah masyarakat Indonesia. Sebab, hal itu justru semakin menormalisasikan dan melegalkan pergaulan bebas bagi anak sekolah. Berkedok edukasi terkait kesehatan reproduksi, pemerintah seolah tutup mata bahwa akar masalah bukanlah pada tidak digunakannya alat kontrasepsi melainkan tidak terjaganya pergaulan remaja saat ini.

Situasi diperparah dengan kabar bahwa anggota paskibraka yang berhijab diminta untuk melepas kerudungnya saat pengukuhan dan upacara kemerdekaan. Badan Pengawas Ideologi Pancasila (BPIP) yang membawahi paskibraka tersebut berdalih bahwa semua sudah menandatangani kesepakatan. Peneliti isu gender dan Islam, Lies Marcoes menyebut pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan jilbab merupakan sebuah kekeliruan, apalagi jika menggunakan pengaruh kekuasaan. Menurutnya hal itu harus dikembalikan ke putusan pribadi masing-masing anggota Paskibraka (Sumber: bbc.com).

Lagi-lagi pemerintah seolah lupa bahwa sila pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa dimana kedudukan Tuhan dan syariatnya tentu ada di posisi tertinggi. Tidak seharusnya pemerintah membuat mereka menandatangani perjanjian untuk melanggar syariat dari agama itu sendiri.

Kabar selanjutnya tak kalah membuat geram. Sebab politik dinasti yang ramai menjelang pilpres awal tahun, kini merebak kembali. Muncul peringatan darurat bahwa demokrasi negeri ini telah ternodai politik dinasti. Peringatan Darurat ini merupakan bentuk protes rakyat pada sejumlah tokoh di tengah upaya DPR dan pemerintah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas syarat pencalonan kepala daerah (Sumber: tribunnews.com).

Sebuah kebijakan yang dikeluarkan hanya demi melanggengkan kepentingan segelintir orang. Hanya untuk meraih sebuah kursi kekuasaan. Yang dengannya lagi-lagi rakyat menderita karena kebijakan yang menyengsarakan.

Bertubi-tubi pukulan yang diterima rakyat di bulan kemerdekaan, inikah kemerdekaan yang kita harapkan? Inikah sistem demokrasi yang kita elu-elukan? Indonesia yang seperti inikah yang berkeinginan meraih Indonesia Emas 2045? Sebuah tujuan yang besar, harus diraih dengan usaha yang juga seimbang. Apabila Indonesia Emas 2045 ditujukan oleh pemerintah untuk kemaslahatan rakyat, bukankah seharusnya usaha menuju kesana juga akan dilakukan untuk rakyat. Kebijakan dan aturan seharusnya dibuat demi kepentingan rakyat. Lantas, jika rakyat saja tidak setuju, untuk siapa kebijakan dan aturan tersebut dibuat?

Demokrasi yang katanya dari, oleh, dan untuk rakyat nyatanya hanya untuk wakil rakyat alias para pemangku kebijakan, para oligarki yang memiliki kepentingan, para penguasa dan para pengusaha yang melancarkan kebijakan. Rakyat yang seharusnya sejahtera, diurusi kehidupannya oleh negara, menjadi terbiasa untuk menghidupi sendiri kebutuhannya. Bahkan demi sesuap nasi, rakyat banting tulang bekerja. Dibalik kata gotong royong, saling bantu antar warga, pemerintah lepas tangan dari tanggung jawabnya.

Maka kepada siapa kita harus berharap untuk terlepas dari jerat sistem saat ini yang semakin terlihat wajah aslinya. Tidak lagi kepada sistem yang dibuat oleh akal terbatas manusia, tapi kepada Sang Pencipta yang mengetahui dengan jelas ciptaanNya, Allah SWT. Sejatinya, Allah telah menurunkan aturan yang sempurna bagi kehidupan manusia, sebagaimana firmannya dalam penggalan QS Al-Maidah ayat 3:

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 + four =