Prof. Dede Rosyada: Jadi Orang Moderat itu Berat

Seminar Internasional Islam Wasathiyah di Grand Cempaka Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2022)
Jakarta (MediaIslam.id)- “Orang moderat itu berat. Kadang di kanan, kadang di kiri, tetapi nggak boleh terpengaruh.”
Demikian dikatakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Prof. Dede Rosyada dalam Seminar Internasional Strategi Penguatan Moderasi Beragama “Menolak Islamophobia Melalui Konsep Islam Al Wasathiyah” yang digelar PPIJ Jakarta Islamic Center di Jakarta, Rabu, 26 Oktober 2022.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu memaparkan, realitanya ada dua kutub dalam masyarakat Islam terkait pemahaman agama mereka. Pertama, mereka yang memahami agama secara radikal. Kedua, mereka yang memahami agama secara liberal.
“Baik ekstrem kanan maupun kiri, sama-sama bahayanya,” kata Prof. Dede.
Karena itu, lanjut dia, secara resmi pemerintah melalui Kementerian Agama sejak 2020 lalu mulai mencanangkan “Moderasi Beragama” dan menjadi bagian dari Renstra 2020-2024.
Prof. Dede mengatakan, kata “moderasi” sebenarnya berasal dari bahasa Latin, moderatio, yang berarti keadilan (tidak berlebihan dan tidak kurang), dan juga diartikan sebagai pengendalian diri). Kamus Besar Bahasa Indonesia, memberi makna sebagai mengurangi kekerasan, dan menghindari ekstremisme.
Dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan istilah wasath atau wasathiyah yang padanannya setara dengan tawassuth (tengah), i’tidal (adil), dan tawazun (seimbang).
“Jadi, moderasi dan wasathiyah, keduanya memiliki arti yang sama, artinya tidak lebih dan tidak kurang, atau dalam bahasa Arab, wasath, i’tidal, dan tawazun,” kata dia.
Prof. Dede mengatakan, dalam Islam sendiri, moderasi beragama dipahami mirip dengan “wasathiyyah”. Istilah ini bukan hal baru dalam Islam. Menurutnya, banyak cendekiawan Muslim telah mempelajari, membahas, dan menerbitkan makalah mereka terkait dengan konsep “wasathiyyah”.
Mengutip Kementerian Agama, Prof. Dede mengungkapkan empat indikator moderasi beragama yang menjadi ciri khas Muslim Indonesia. Kempat indikator itu adalah Komitmen nasional, toleransi, non-kekerasan, dan mengakomodasi budaya lokal.