Polemik Umrah Mandiri: Sikap Pemerintah, DPR dan AMPHURI
Ilustrasi
Jakarta (Mediaislam.id) – Pemerintah Indonesia resmi melegalkan umrah mandiri melalui UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah atau PIHU.
Umrah mandiri ini diatur dalam Pasal 86 UU PIHU dengan syarat yang lebih perinci dalam Pasal 87A beleid yang sama.
Syarat ini mewajibkan calon jemaah umrah memiliki paspor yang berlaku paling singkat enam bulan dan memiliki tiket pulang pergi.
Kemudian, memiliki surat keterangan sehat dari dokter, serta memiliki visa, tanda bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan dari Sistem Informasi Kementerian Haji.
Kemenhaj: Jawaban Dinamika di Saudi
Kementerian Haji dan Umrah RI menyatakan regulasi umrah mandiri yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah merupakan jawaban atas dinamika kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi.
“Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” ujar Wamenhaj Dahnil Anzar Simanjuntak.
Baca juga: Wamenhaj: Regulasi Umrah Mandiri Sesuaikan Dinamika Kebijakan Arab Saudi
Menurut aturan baru dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, pendaftaran umrah mandiri dapat dilakukan melalui layanan Nusuk Umrah di laman https://umrah.nusuk.sa/
Nusuk Umrah memungkinkan jemaah untuk menyesuaikan perjalanan dengan memilih paket terpadu atau memesan layanan individual seperti visa, akomodasi, transportasi, dan tur. Platform Nusuk tersedia dalam tujuh bahasa dan sudah terintegrasi dengan sistem pemerintah.
DPR: Menyehatkan Ekosistem
Anggota Komisi VIII DPR RI Ashari Tambunan memandang kebijakan umrah mandiri tidak untuk mematikan usaha perjalanan ibadah, tetapi untuk menyehatkan ekosistem industri umrah agar lebih transparan, efisien, dan profesional.
“Aturan ini justru memberi kepastian hukum bagi semua pihak. Pengusaha jangan panik. Pasar umrah di Indonesia tetap membutuhkan layanan profesional, dari manasik, akomodasi, hingga pendampingan teknis. Bedanya, sekarang masyarakat punya pilihan yang lebih beragam,” ujar Ashari dikutip di Jakarta, Senin (27/10).
Dia lalu mengimbau para pelaku usaha travel umrah untuk menyikapi perubahan regulasi secara positif. Ia mendorong pelaku usaha untuk bertransformasi dari sekadar penjual paket menjadi penyedia layanan bernilai tambah yang menempatkan keamanan dan kenyamanan jamaah sebagai prioritas utama.
