Perundungan Anak Terus Berulang, Apa Solusinya?
Ilustrasi
BULLYING atau perundungan anak masih terus terjadi. Bahkan perundungan ini makin mengarah kepada tindakan kriminal. Mirisnya pelakunya juga adalah anak-anak yang merupakan teman korban, baik usia SD, SMP atau SMA. Anak-anak pun seolah kehilangan rasa aman dan nyamannya. Mereka terancam dengan berbagai jenis kekerasan, baik kekerasan fisik, verbal dan seksual.
Di antara kasus perundungan yang terjadi beberapa waktu lalu adalah kasus yang terjadi di Ciparay Kabupaten Bandung.
Dikutip dari CNN Indonesia.com (26/06/2025), seorang anak diceburkan ke dalam sumur oleh temannya karena tak mau meminum tuak. Kejadian bermula saat ia dipaksa untuk meminum tuak, lalu ia pun dipaksa kembali untuk merokok. Korban pun terpaksa menghisap rokok tersebut. Naas, saat korban berencana untuk pulang, ia malah ditendang hingga kepalanya berlumuran darah karena mengenai bata. Ironisnya, ia malah digusur lalu diceburkan ke dalam sumur dengan kedalaman kurang lebih tiga meter.
Diketahui pelaku berjumlah 3 orang yang berusia 13 tahun, 12 tahun dan pelaku dewasa berusia 20 tahun. Peristiwa tersebut terjadi di Kampung Sadang Sukaasih, Desa Bumiwangi, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung.
Buah Penerapan Sistem Sekuler
Tentu kita amat prihatin dengan fakta terus bertambahnya kasus perundungan setiap tahunnya. Kasus perundungan anak ini seperti fenomena gunung es yang tidak semua kasus terlaporkan.
Kasus ini menjadi perhatian serius pemerintah diantaranya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Kemen PPPA telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menangani masalah perundungan ini. Misalnya, sosialisasi secara masif melalui Forum Anak Nasional (FAN) dengan mengajak anak untuk berperan menjadi pelopor dan pelapor (2P) terkait isu perlindungan anak dan anti perundungan, pendampingan melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) sebagai tempat layanan preventif dan promotif peningkatan kualitas kehidupan keluarga. Kemen PPPA juga telah bekerjasama dengan beberapa Kementerian/Lembaga guna membantu permasalahan ini.
Meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya tersebut, tetapi sayangnya belum mampu memberikan solusi. Terbukti dengan terus berulangnya kasus bullying di berbagai daerah. Hal ini menunjukkan gagalnya regulasi yang telah dibuat dan lemahnya sistem sanksi yang dijalankan.
Berbagai regulasi jika diterapkan dalam asas kehidupan yang sekuler tetap tak akan mampu mengatasi masalah ini. Seringkali pelaku perundungan tidak diberikan sanksi tegas karena dianggap masih anak-anak. Di sisi lain, maraknya kasus perundungan ini juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan.
Sistem pendidikan yang berasaskan sekuler telah menjauhkan para siswa dari pemahaman agama yang mendalam. Mereka semakin berani melakukan berbagai kemaksiatan dan kejahatan. Hal ini makin tampak dengan penggunakan tuak yang merupakan minuman haram dan adanya kekerasan oleh anak. Kasus ini menambah bentuk/ragam perundungan yang sudah ada.
Memang banyak faktor yang menjadi penyebab perilaku bullying ini. Diantaranya yaitu pertama, pelaku pernah menjadi korban bullying sehingga ada perasaan ingin melakukan balas dendam kepada orang lain.
Kedua, pengaruh keluarga. Di rumah, anak sering melihat orang tua bertengkar dan kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua. Bahkan anak sering mendapatkan perlakuan kasar dari keluarganya karena pola asuh yang salah.
