Perkembangan Islam pada Masa Kesultanan Demak

 Perkembangan Islam pada Masa Kesultanan Demak

Masjid Agung Demak, salah satu peninggalan Kesultanan Demak,

Raden Fatah sangat berpengaruh dan berperan besar dalam pengembangan Kerajaan Demak, dengan melakukan ekspansi dan memperkuat kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam. Raden Fatah dengan ditemani saudara tirinya menuju ke Ampel Denta untuk meminta restu Wali Songo dalam mengislamkan raja Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya.

Setelah berundingnya para Wali Songo dengan Sunan Ampel (wali tertua), diputuskannya untuk tidak menyerang Majapahit terlebih dulu, hingga Sunan Ampel tutup usia.

Sehingga Demak yang merupakan bawahan Majapahit memutuskan untuk melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Majapahit dan berinisiatif mendirikan kerajaan baru, Raden Fatah memisahkan diri dari Majapahit sekitar 1500 tahun dengan bantuan para Wali.

Sebelum dibentuknya kesultanan, Demak pada waktu itu lebih dikenal dengan sebutan Bintara atau Glagah Wangi yang merupakan ( kadipaten ) wilayah yang tunduk dibawah kerajaan Majapahit.

Sebutan Glagah Wangi awalnya bermula dari sebuah dusun yang ditanami tumbuhan glagah serta harum baunya. Letak tanaman Glagah ini berada ditempat pengimaman Masjid Agung Demak.

Raja Kertabumi Brawijaya V menghadiahkan wilayah Kadipaten Demak kepada Raden Fatah, setelah menerima wilayah ini Raden Fatah bersama istrinya Nyai Ageng Malaka mempergunakannya dengan membuat pemukiman muslim di Bintara dengan membangun pondok pesantren pada tahun 1475 M sebagai awal mula kegiatan dakwahnya di Glagah Wangi. Strategi dakwah tersebut sangat efektif dan sangat menarik pusat perhatian bagi masyarakat sekitar.

Raden Fatah dalam mengatur jalannya pesantrennya dibantu oleh beberapa guru pilihan meliputi Kyai Palembang, Pangeran Mekkah, dan Kyai Jebat. Demi memenuhi kebutuhan warga dan santri, Kyai Palembang ditugaskan Raden Fatah untuk mengembangkan pelabuhan di muara sungai Tuntang. Adapun Kyai Jebat ditugaskan untuk mengajarkan ilmu bela diri kepada warga dan santri. Sedangkan Pangeran Mekkah lebih difokuskan untuk mendidik santri seperti dalam hal syari’at, thariqat, hakikat, dan ma’rifat.

Kesuksesan Raden Fatah dalam membesarkan Demak terdengar sampai kepada Raja Kertabumi Brawijaya V. Bahwa pelabuhannya kini semakin ramai dikunjungi para saudagar karena letaknya yang strategis yang menghubungkan antara daerah penghasil rempah-rempah di bagian barat dengan daerah penghasil rempah-rempah bagian timur Indonesia, juga berfungsi sebagai transportasi nelayan dan perdagangan, serta dukungan teori saudagar yang baik sehingga menarik perhatian para saudagar untuk datang ke sana.

Untuk merayakan kesuksesannya Raja Brawijaya V melantik Raden Fatah sebagai Adipati Anom Bintara Demak pada tahun 1477 M, saat berusia 29 tahun. Awalnya Raden Fatah merasa keberatan saat dilantik sebagai Adipati Anom, namun berkat anjuran Sunan Ampel untuk mementingkan kekuasaan politik Islam yang mempersatukan antar ulama dan penguasa dalam rangka melancarkan aktifitas dakwah Islam, akhirnya Raden Fatah menerima amanah tersbut.

Wilayah Kadipaten Demak dari waktu ke waktu semakin maju, karena mendapat respon positif dari sekitarnya termasuk warga, para wali, dan para saudagar muslim, dll.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen − fourteen =