Perilaku LGBT Tak Ada Ruang di NKRI karena Melanggar Pancasila dan UUD 45

 Perilaku LGBT Tak Ada Ruang di NKRI karena Melanggar Pancasila dan UUD 45

Iwan Sumiarsa. Ketua LBH Keadilan Rakyat (tengah)

Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), istilah bagi komunitas penyimpangan orientasi seksual yang dari sejak tahun 1990 mulai mengemuka. Pro dan kontra terhadap komunitas ini selalu menjadi perbincangan publik, seperti Qatar yang menolak segala bentuk kampanye LGBT pada saat gelaran Piala Dunia. Bahkan Timnas Jerman sempat ditolak mendarat karena menumpangi pesawat bersimbol LGBT.

Di beberapa negara liberal, seperti Prancis, Jerman, Afrika Selatan, Argentina, Australia. Austria, Belanda, Belgia, Brazil, Britania Raya, Chili, Denmark, Kanada dan Kolombia, LGBT dilegalisasi dengan diperbolehkannya pernikahan sesama jenis. Alasannya sama, yaitu Hak Asasi Manusia (HAM). Sementara mayoritas negara Islam seperti Brunai Darusalam, Malaysia, Qatar dan Arab Saudi menolak tegas LGBT.

Di Indonesia sendiri komunitas LGBT banyak mendapatkan penolakan. Di beberapa daerah banyak desakan untuk menerbitkan Peraturan Daerah anti LGBT, seperti Kota Bogor, Garut, Kota Bandung, Riau dan beberapa daerah lainnya. Alasannya karena LGBT bertentangan dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa dan bertentangan dengan UUD 1945 sebagai dasar konstitusi negara yang pada sila pertama berasaskan pada asas “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

LGBT Ditinjau dari Perspektif Pancasila sebagai Falsafah Bangsa

Indonesia sebagai sebuah negara meneguhkan komitmen kebangsaannya dengan nilai-nilai filosofis, sosiologis dan yuridis yang terkumpul dalam lima sila, yang disebut Pancasila dengan nilai-nilai ketuhanan sebagai inti dari sila yang lain yang terkandung dalam sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sehingga negara Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara yang berketuhanan meski tidak secara tegas mengatakan sebagai negara Agama. Namun nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara warga negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai Agama, karena Bangsa Indonesia dibangun dengan latar belakang semangat agama yang menjadi energi untuk lepas dari imperealisme kaum kolonialisme.

Terkait maraknya komunitas LGBT maka dengan menggunakan sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” LGBT di Indonesia tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan nilai-nilai agama yang ada di Indonesia, terutama Islam sebagai agama mayoritas masyarakat Indonesia. Majelis Ulama Indonesia sebagai representasi Islam di Indonesia mengeluarkan fatwa tentang keharaman (dalam Hukum Islam, haram merupakan larangan yang tegas) LGBT melalui Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan.

LGBT Ditinjau dari Perspektif UUD 1945 sebagai Landasan Yuridis Berbangsa

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum” menegaskan landasan yuridis berbangsa. Sehingga setiap warga negara Indonesia, tanpa terkecuali harus tunduk dan patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

UUD 1945 sebagai landasan kontitusional menjadi landasan yuridis terhadap pembentukan perundang-undangan yang berada dibawahnya, tidak terkecuali Peraturan Daerah yang mengatur tentang larangan LGBT. Pemerintah Daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat dapat menjadikan Pasal 29 UUD 1945 sebagai landasan yuridis dan sosiologis terhadap larangan berkembangnya LGBT di wilayah Indonesia karena bertentangan dengan nilai-nilai agama yang diakui dan diizinkan di Indonesia. Sebab tidak ada satupun agama di Indonesia yang menyatakan bahwa LGBT merupakan fitrah manusia (hak asasi), karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk hidup yang berpasang-pasangan.

LGBT Ditinjau dari Perspektif Sosiologi Islam sebagai Agama Mayoritas di Indonesia

Aspek kehidupan yang sangat penting diatur oleh Islam adalah hubungan biologis atau seks. Seks merupakan suatu hal yang bersifat sakral dan harus disalurkan secara benar dan bermoral melalui pernikahan. Indonesia Negara dengan jumlah penduduk muslim sebanyak 86,9% dari populasi tanah air yang mencapai 273,32 juta orang.

Dikutip dari sejarah zaman Nabi Luth As dan Kaum Soddom kebiasaan mereka adalah menyukai sesama jenis, bahkan mereka kerapkali melakukan kekerasan kepada orang yang tidak mau di ajak untuk memuaskan nafsunya. Sebagaimana diceritakan dalam kitab suci Al-Qur’an QS. Al-A’raf ayat 81 yang artinya: “Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.”

Kaum Sodom bukan mendengarkannya melainkan mengusir Nabi Luth dan para pengikutnya. Mereka menganggap Nabi Luth AS hanya orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri saja, hal ini diceritakan dalam kitab subi Al-Qur’an QS Al-A’raf ayat 82, yang artinya : “Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.”

Nabi Luth AS kemudian berdoa kepada Allah SWT untuk menimpakan azab atas perbuatan yang dilakukan kaum yang mendustakannya. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Ankabut ayat 30, yang artinya: “Luth berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu.”

Allah SWT menimpakan azab kepada penduduk di kota itu termasuk kepada istri Nabi Luth AS. Ia termasuk orang yang tertimpa azab-Nya karena mendustakan Nabi Luth AS dan tetap mengikuti kebiasaan buruk kaum Sodom. Seperti diceritakan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karangan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri, pada tengah malam atas petunjuk dari malaikat utusan Allah SWT, Nabi Luth beserta dua putrinya dan para pengikutnya meninggalkan kota Sodom. Ia turut mengajak istrinya, namun istrinya tetap bersama kaum Sodom yang tidak mau mengikutinya.

Pada saat fajar tiba, turunlah azab Allah SWT. Terjadilah gempa bumi dahsyat disertai angin dan hujan batu yang menghancurkan kota Sodom beserta seluruh penghuninya. Turunnya azab Allah SWT kepada kaum yang dilaknat-Nya tercantum dalam QS Al-Ankabut ayat 33 dan 34, yang artinya Artinya:

“Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah karena (kedatangan) mereka, dan (merasa) tidak punya kekuatan untuk melindungi mereka dan mereka berkata: “Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali istrimu, dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” (Q.S Al-Ankabut: 33). “Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik.” (Q.S Al-Ankabut: 34).

Masyarakat di Indonesia yang notabene mayoritas Muslim memegang teguh kitab sesuai ajaran pada kitab sucinya yaitu Al-Qur’an : bahwa hubungan sejenis (homoseksual) dan mensifatinya sebagai perbuatan fahisyah (amat keji), berlebih-lebihan, dan melampaui batas, antara lain dijelaskan dalam kitab suci Al-Qur’an Q.S. Asy-Syu’ara’ : 165-166, Q.S. Al-A’raf: 80-81, Q.S. An-Naml: 54-55 yang artinya :

“Mengapa kamu menggauli sesama lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas“. (Q.S. Asy-Syu’ara’: 165-166).

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah (amat keji) yang belum pernah terjadi oleh seorang pun dari umat-umat semesta alam. Sesungguhnya kamu menggauli lelaki untuk memenuhi syahwat, bukan isteri. Sebenarnya kamu adalah kaum yang berlebihan”. (QS. Al-A’raf: 80-81).

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan amat keji, padahal kamu dapat melihat”. Mengapa kamu menggauli lelaki untuk memenuhi syahwat, bukan isteri. Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui. (QS. An-Naml: 54-55).

Kesimpulan

Kebanyakan kaum LGBT mendeklarasikan diri dengan tameng HAM, tetapi HAM mana yang mereka sebut? Padahal jelas dalam UUD 1945 bahwa kebebasan dan hak seseorang itu dibatasi oleh UU atas dasar pertimbangan moral, agama, keamanan, ketertiban, dan demokrasi, hal ini disebut dengan deroglabe right. Artinya tidak ada hukum yang membolehkan LGBT di Indonesia, justru LGBT dilarang di Indonesia. Maka dari itu :

LGBT harus dianggap sebagai penyakit berbahaya yang mengancam semua golongan lintas agama jadi musuh bersama karena sangat bertentangan dengan moral Pancasila.

Penyakit LGBT harus ditangani serius oleh pihak Pemerintah dengan mengeluarkan Kepres, Perda, Perwalikota, Perbupati sehingga ada kejelasan dalam tekhnis penanggulannya.

Secara tanggung jawab sosial seluruh elemen Bangsa termasuk MUI, Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan bisa mendudukan masalah tersebut sehingga harus berbarengan ada edukasi agama, dan penanggulangan kesehatan (kosultasi psikologis, karantina). Karena penyakit tersebut merupakan gangguan jiwa yang harus diterapi, disembuhkan supaya kembali normal.

Iwan Sumiarsa, S.H, Nurdin Iraj Nugraha, S.H, Muhamad Fauzi Setyawan, S.H dan Tita Nurhayati, S.H
LBH Keadilan Rakyat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

11 + one =