Perempuan dan Pemberdayaan Ekonomi: Solusi atau Ilusi?

 Perempuan dan Pemberdayaan Ekonomi: Solusi atau Ilusi?

Ilustrasi

KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia pada Jumat (11/8) mengadakan kegiatan Media Talk Kemen PPPA: Perempuan Inspirator Keluar dari Kemiskinan. Menurut Titi Eko Rahayu, Staf Ahli KemenPPPA bidang Penanggulangan Kemiskinan, wanita memiliki potensi luar biasa yang harus diberdayakan untuk menyongsong kemajuan perekonomian negeri.

Hal tersebut dapat terlaksana melalui program ekonomi kreatif berkesinambungan, adil gender, dan berbasis kearifan lokal. Terlebih di tengah kondisi ekonomi dunia yang hingga detik ini masih tidak stabil bahkan terancam mengalami resesi. Wanita digadang-gadang mampu menjadi pemain yang besar perannya untuk mengatasi keterpurukan ekonomi ini.

Wanita berdaya, slogan yang senantiasa digemborkan dan didambakan oleh wanita masa kini. Wanita berdaya menjadi solusi atas kondisi perempuan yang terus dikaitkan dan dijadikan kambing hitam atas kondisi kemiskinan negeri. Bahkan kemiskinan seringkali dikatakan berwajah perempuan sebab perempuan menunjukkan indikator kesejahteraan lebih rendah bila dibandingkan laki-laki.

Dalam berbagai Analisa dan data, disebutkan bahwa dampak kemiskinan pada Perempuan akan menghasilkan efek domino karena bersifat lintas generasi. Akhirnya, perempuan seolah bertanggung jawab atas beban terpuruknya kondisi ekonomi keluarga, bahkan ekonomi dunia. Namun, benarkah perempuan adalah sosok dibalik beban kemiskinan?

Bila kita melihat dengan sudut pandang yang lebih luas, penyebab kemiskinan tidak dapat dikaitkan hanya pada kondisi wanita yang banyak tidak bekerja, sulitnya akses sektor formal atau ketidakadilan ekonomi yang didapat.

Persoalan kemiskinan jelas bersifat kompleks, melibatkan faktor individu, masyarakat dan utamanya pemegang peran terbesar yaitu negara dengan kebijakan ekonomi politiknya. Perbaikan ekonomi tak akan dapat diselesaikan oleh unit keluarga semata. Diserahkannya dengan sukarela keberlimpahan sumber daya alam negeri ini kepada asing dan aseng serta penguasaan sektor makro oleh kapitalis dan oligarki seharusnya menjadi bukti bahwa pemberdayaan ekonomi Perempuan bukanlah solusi.

Justru, problem ekonomi terletak pada masalah distribusi dimana kekayaan dimonopoli oleh segelintir kapital dan negara memberikan akses serta lepas tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat. Kesemuanya kemudian menghasilkan kemiskinan bangsa, kesenjangan ekonomi, dan berujung pada sulitnya ekonomi unit keluarga.

Penting dipahami bahwa dorongan pemerintah untuk memberdayakan ekonomi perempuan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup jauhlah dari kata tulus. Sungguh tidak pantas bila perempuan harus dikuras tenaga dan potensinya untuk bekerja sedangkan kebijakan ekonomi politik pemerintah jauh dari penjaminan kesejahteraan rakyat.

Perempuan hanya dijadikan alat pemutar roda produksi demi keuntungan negara dalam memenuhi tuntutan para pemilik modal, tak lebih untuk keuntungan finansial mereka semata. Sebagaimana laporan dari Oxfam International yang merilis data mengenai kesenjangan sosial, dimana sekitar 1% populasi orang terkaya di dunia hartanya bertambah hingga dua kali lipat.

Di sisi lain, kondisi perempuan yang kini menjadi tulang punggung keluarga di era pemberdayaan ekonomi perempuan membuat perempuan beralih fokus dari peran utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

6 − three =