Pengemban Dakwah

 Pengemban Dakwah

Ilustrasi

SEORANG Arab Badui, suatu ketika duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Kemudian ia berpisah. Luar biasanya, sejak saat itu orang Arab Badui itu langsung meyakini dan mendakwahkan Islam.

Pertanyaannya, bagaimana hal itu bisa terjadi? Hanya satu kali bertemu Rasulullah dan duduk bersama beliau, Arab Badui itu bisa memahami Islam dan mendakwahkannya kepada umat manusia saat itu.

Dr. Samih Athif Az-Zein dalam kitabnya “Shifatud Da’iyah wa Kaifiyati Hamlid Da’wah” menceritakan tentang kisah ini. Menurut Samih, peristiwa ini terjadi pada Thufail bin Amru ad-Dausy tatkala berkata kepada Rasulullah Saw, “Aku mendengar ucapan engkau itu baik sekali, tolong kemukakanlah urusan engkau itu padaku.”

Tufail menjelaskan lagi, “Maka Rasulullah Saw memperkenalkan Islam padaku, dan beliau bacakan untukku Al-Qur’an. Demi Allah, aku belum mendengar ucapan yang lebih baik, paling lurus dan benar seperti ucapan beliau dan dari bacaan yang beliau bacakan itu.”

Maka, tak ragu lagi aku masuk Islam setelah pertemuan itu, dan aku bersaksi dengan persaksian yang sebenarnya, dan aku berunjuk pada Beliau Saw, “Ya Nabi, sesungguhnya aku termasuk orang yang paling taat pada kaumku, aku mesti kembali pada mereka, dan kali ini aku akan mengajak mereka agar masuk Islam.”

Demikianlah, seseorang yang telah memeluk Islam, meyakini ajaran-ajaran agama Islam, maka ia akan senantiasa berupaya melakukan “pembangunan dan peningkatan.”

“Dan yang disebut pembangunan adalah orang yang membangun sesuatu yang baru, apakah itu konsep-konsep baru, pikiran baru, solving baru atau menyelaraskan dan mentransfer pikiran baru itu pada kenyataan yang baru. Dan setelah pembangunan, tentunya harus ada kemajuan dan peningkatan,” tulis Samih.

Menurut Samih, seorang Mulim yang telah memiliki pemikiran (fikrah), dia tidak cukup hanya memikulnya saja. Namun ia haris berusaha menyebarkan dan melaksanakannya. Itulah yang disebut sebagai da’i atau pengemban dakwah (hamlud da’wah).

Pengemban dakwah (da’i), kata Samih, berbeda dengan mufti, ‘alim, penasihat dan pengajar.

Mufti adalah orang yang dibentuk untuk memberikan fatwa dan tumpuan orang yang hendak bertanya mengenai hukum syara’ yang berkaitan dengan suatu pekerjaan atau yang berkaitan dengan pekerjaan orang lain.

‘Alim, adalah orang yang sibuk dengan peningkatan ilmu yang disusun dalam berbagai buku, tanpa mengorbitkan dirinya untuk memberi fatwa. Tapi, kalau ia ditanya tentang suatu masalah, ia akan menjawab dengan suatu jawaban sebagai suatu masalah, bukan merupakan hukum tertentu bagi suatu peristiwa tertentu.

Adapun penasihat (waid), adalah orang yang mengingatkan manusia ke alam akhirat, hisab, surga dan nerakanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

20 − nineteen =