Pengantar Kitab Takhrij Hadits Durrah Al-Nasihin

 Pengantar Kitab Takhrij Hadits Durrah Al-Nasihin

Dr. Hj Faizah Ali Syibromalisi, MA.

Beberapa hadis tersebut dapat ditemukan sumbernya dari kitab-kitab Shi’ah. hadis-hadis yang seperti ini diberi label dengan istilah lam aqif ‘alayh atau la yu’raf lahu asl. Sementara hadis-hadis yang mawquf dan maqtu juga tidak dikaji dalam buku ini.

Pembatasan kajian ini perlu dilakukan, karena -menurut penulis- nilai hadis yang marfu’ sangat berbeda dengan nilai hadis yang mawquf dan maqtu hadis-hadis yang mawquf dan maqtu dikategorikan sebagai perkataan manusia biasa. Sedangkan hadis yang marfu’ merupakan sabda baginda Nabi Muhammad Saw. Sehinggga ada hadis-hadis yang mengancam mereka yang sengaja memalsukan hadis marfu.

Metode Penelitian Takhrij hadis yang Digunakan

Dalam upaya melakukan takhrij hadis, penulis sangat terpengaruh oleh metode takhrij hadis yang digunakan oleh Shaykh Shu’ayb al-Arna’üt. Metode ini merupakan pengembangan dari metode yang dipakai oleh Ibn Hajar dan al-Sakhawi dalam beberapa kitab mereka. Sedangkan al-Suyuti adalah sumber rujukan utama dalam menilai perawi hadis, selain kitab Mawsu’ah al-Atrafdan Kanz al-Ummal.

Dalam melakukan kritik hadis, penulis juga sering merujuk pada pendapat Ibn Hajar dan al-Sakhawi, dengan tetap mengambil pendapat ulama-ulama hadis sebelumnya sesuai dengan peringkat kepakaran mereka. Penulis mengacu juga pada pendapat ulama-ulama hadis kontemporer yang masih hidup di zaman ini seperti: Ahmad Shakir, Abu Ghuddah, al-Albani, al-Arna’ut, Nur al-Din ‘Itr, Najam Abdul Rahman Khalaf, Hamdi al-Salafi, dan lain-lain, dengan tetap mempertimbangkan dan membandingkannya dengan pendapat ulama-ulama hadis terdahulu.

Dalam melakukan penilaian terhadap status hadis, jika hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim atau salah satu dari keduanya, maka hadis-hadis tersebut langsung ditetapkan sebagai hadis sahih tanpa dikaji lagi. Sedangkan jika hadis-hadisnya berasal dari riwayat Sunan al-Nasa’i, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmidhi atau Sunan Ibn Majah, maka Penulis akan mengkaji riwayat-riwayat tersebut dan membandingkannya dengan pendapat al-Albani, Ibn Hajar, al-Sakhawi, al-Suyuti, al-Munawi dan ulama-ulama lainnya. Hal yang sama Penulis lakukan ketika menemui hadis-hadis yang diriwayatkan oleh perawi-perawi lainnya.

Kajian dalam masalah derajat hadis ini cukup sulit dan butuh ratusan literatur, sehingga diperlukan pengetahuan yang cukup dalam bidang ilmu hadis, ilmu ilal al-hadith, metodologi ulama hadis, peringkat kepakaran, dan beberapa disiplin ilmu hadis lainnya. Hal-hal tersebut sedikit banyaknya telah mempengaruhi pendapat ulama ahli hadis yang berbeda-beda terkait sanad hadis yang secara langsung berpengaruh juga terhadap hukum hadis itu sendiri.

Karena itu, adanya kemungkinan pendapat penulis berbeda dengan pendapat para pakar hadis lainnya merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindarkan. Meskipun penulis telah berusaha mengkaji hadis-hadis secermat mungkin, perbedaan pendapat tidak dapat dihindarkan.

Temuan penting dalam kajian ini adalah bahwa kitab ini selain mengandung hadis sahih, hasan, dan da’if, juga terdapat hadis yang sangat da’if/lemah dan mawdu/palsu serta tidak mempunyai sumber dan kemungkinan bukan hadis yang sama sekali tidak boleh dijadikan sebagai dalil, yang jumlahnya lebih dari sepertiga total hadis dalam kitab ini.

Dari penelitian ini ditemukan data-data berikut:

a. Hadis-hadis sahih

Dari 839 jumlah hadis yang terdapat dalam kitab Durrah al-Nasihin, hadis yang dapat dihukumkan sebagai sahih adalah sebanyak 216 hadis atau sekitar 25.74%.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nine + ten =