Parimo, Bukti Nyata Darurat Kekerasan Seksual pada Anak

Ilustrasi
SUNGGUH di luar nalar. Biadabnya syahwat dunia kaum pria yang tak mengindahkan agama, merenggut kebahagiaan seorang remaja berinisial R. Setidaknya 11 laki-laki tega melakukan pelecehan seksual kepada anak berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutang (Parimo), Sulawesi Tengah di waktu dan tempat yang berbeda (bbc.com, 31/05/2023).
Iming-iming menjanjikan R pekerjaan di rumah makan, berbagai imbalan berupa uang, juga diancam dengan senjata tajam para pelaku melakukan aksi cabulnya. Jauh panggang dari api, justru kondisi kesehatan R memburuk lantaran alat reproduksinya mengalami infeksi akut dan rahimnya terancam diangkat (bbc.com, 31/05/2023). Secara Psikis pun mengalami trauma luar biasa.
Nahasnya para pelaku bukan orang biasa. Justru orang yang berpendidikan. Ada dari anggota Brimob (MKS), kepala desa (HR), guru ASN. Selainnya berstatus sebagai petani, wiraswasta, mahasiswa pengangguran. Dan dari 11 pria yang dilaporkan, 10 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka (Kompas.tv, 01/06/2023).
Bak Gunung Es, fenomena kasus Parimo menjadi kasus kekerasan seksual terberat pada anak sepanjang 2023 dilihat dari banyaknya pelaku dan dampak tragis pada korban. Tidak hanya di Parimo, Anak usia 12 tahun diperkosa oleh delapan orang dalam waktu yang berbeda di Banyumas, Jawa Tengah.
Mengutip dari KemenPPPA, pada tahun 2022 kasus kekerasan seksual pada anak mencapai 9.588 kasus. Meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 4.162 kasus. Sungguh, RI benar-benar mengalami darurat kekerasan seksual pada anak (dpr.go.id, 31/05/2023).
Tak ada api tanpa asap, itulah peribahasa yang tepat atas kasus ini. Apa yang menjadi menyebabnya?
Jika mau ditelisik, banyak faktor yang menyebabkan kasus kekerasan seksual terhadap anak kian parah. Setidaknya bisa dilihat dari tiga aspek, baik dari sisi individu, masyarakat maupun peran negara.
Pertama, dari individu. Individu dengan Iman yang lemah menyebabkan seseorang tidak takut pada murka Allah SWT. Jelas dalam Al-Qur’an ada larangan mendekati zina apalagi berbuat keji berzina. Individu yang bertakwa hanya akan memenuhi syahwatnya dengan jalan yang halal, jalan yang Allah ridhai. Ia tidak akan termakan iming-iming uang atau materi dari berbuat maksiat.
Kedua, keluarga dan masyarakat. Keluarga yang lemah memberikan pendidikan dan penjagaan terhadap anak menyebabkan anak tak terjaga dari liberalisasi yang kian mengganas. Terkadang tak mendapat porsi kasih sayang membuat anak melampiaskan pemenuhan pada orang yang salah. Ditambah lagi paparan media massa yang berbau konten pornografi-pornoaksi bergentayangan di Internet dan mudah untuk diakses.
Diperparah dengan biasnya persepsi atau definisi kekerasan seksaul dari aparat penegak hukum maupun masyarakat. Dalam kasus parimo saja tidak menyebutkan sebagai pemerkosaan tapi persetubuhan dibawah umur. Bukankah hal tersebut akan mengganggu keadilan hukum?