Papua Merana, Bagaimana Peran Negara?

Ilustrasi
BERBICARA tentang bumi Cenderawasih (Papua) tidak pernah jauh-jauh dari nasib rakyatnya yang masih belum jauh dari garis kemiskinan. Gunung emas di Timika ternyata bukan menjadi jaminan rakyatnya hidup dalam keberlimpahan materi dan gelimang kesejahteraan.
Tercatat dalam data yang dirilis oleh BPS menyatakan bahwa Papua masuk dalam peringkat pertama tingkat kemiskinan tertinggi dari 34 provinsi di Indonesia, dengan persentase penduduk miskin tertinggi pada September 2022 yakni sebesar 26,80% meningkat 0,24% poin terhadap Maret 2022 (cnbcindonesia.com, 17/1/2023)
Persoalan keaman juga masih menjadi hal yang krusial di negeri paling timur Indonesia itu. Teror KKB masih meresahkan tidak hanya warga lokal, para pendatang pun mendapatkan teror yang tidak sedikit juga merenggut nyawa. Baru-baru ini terjadi evakuasi gabungan antara TNI dan Polisi sebanyak 25 warga Distrik Paro, Kabupaten Nduga, Papua akibat aksi teror KKB yang juga menyandera pilot Susi Air (Liputan6.com, 10/2/2023).
Belum lagi kondisi kerusakan faktor alam yakni Papua sudah sudah diguncang gempa sebanyak 1000 kali sepanjang 2023 ini. Kondisi parah terakhir 5,4 SR yang banyak merusak jalan-jalan.
Kondisi Papua hari ini memang benar-benar berada dalam kondisi yang chaos dan memang butuh perhatian yang serius atas kesengsaraan dialami mereka. Karena itu butuh peran semua elemen pemerintahan baik pusat dan daerah melakukan perbaikan secara struktural atas permasalahan yang mengitari Papua. Jangan hanya pemerintah Pusat disibukkan dengan mega proyek IKN, sementara masih banyak kondisi provinsi di Indonesia butuh pemerataan pembangunan juga kesejahteraan.
Papua Dalam Cengkeraman Asing
Sepanjang tahun 2010 hingga Agustus 2019, tercatat ada sebanyak 162 kasus tindak kekerasan di Provinsi Papua dan Papua Barat yang melibatkan warga sipil, aparat keamanan, dan kelompok kriminal bersenjata.
Pengajar Departemen Manajemen Kebijakan Publik UGM yang juga terlibat aktif dalam Gugus Tugas Papua UGM, Dr. Gabriel Lele, mengutarakan bahwa konflik yang terjadi di Papua merupakan pertemuan dari berbagai kepentingan yang berbeda. Beliau membenarkan bahwa Papua hanya arena di mana konflik terjadi yang mempertemukan berbagai kepentingan.
Bagaimana pembangunan massif saran dan prasarana begitu massif digencarkan di Papua namun sejalan juga dengan penentangan yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Pemimpin Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda yang begitu getol membawa permasalahan Papua ini ke mata dunia (PBB) sebagai upaya untuk menjadikan Papua “merdeka” dari Indonesia yang menganak tirikan mereka.
Negara-negara dunia pun melihat permasalahan Papua ini sebagai suatu “kepentingan” yang perlu diperjuangkan. Benny Wenda, mengaku telah menyerahkan petisi tentang referendum—yang diklaim diteken oleh 1,8 juta warga Papua—kepada Komite Dekolonisasi PBB di New York pada September 2017.