Pakar Hukum Tata Negara: Mestinya Fatwa MUI jadi Kompilasi Hukum Islam di Peradilan Agama

 Pakar Hukum Tata Negara: Mestinya Fatwa MUI jadi Kompilasi Hukum Islam di Peradilan Agama

Jakarta (Mediaislam.id) – Pakar Hukum Tata Negara Prof Jimly Asshiddiqie menegaskan semestinya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang selama ini menjadi rujukan utama Hakim di lingkungan Peradilan Agama bersumber dari Fatwa MUI. Menurutnya, saat ini KHI berada di wewenang Mahkamah Agung, sedangkan untuk ekonomi syariah melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma).

“Seharusnya materi hukum dari yang dikompilasi itu produk fatwa MUI, termasuk bidang keperdataan hukum keluarga dan sekarang tambah lagi kewenangan pengadilan agama dengan ekonomi syariah,” kata Prof Jimly dalam sesi Pleno III International Annual Conference on Fatwa MUI Studies (ACFS) ke-9, Sabtu (26/7/2025) di Hotel Sari Pacifik, Menteng, Jakarta Pusat.

Kumpulan Fatwa MUI tersebut, menurutnya, bisa dihimpun ke dalam sebuah KHI baru yang usianya 40 tahun. Nantinya, menurut dia, KHI baru ini bisa ditetapkan dengan kepres lalu sosialisasinya melalui instruksi presiden agar lebih kuat.

Prof Jimly sendiri mengapresiasi reformasi internal MA dengan dikeluarkannya Perma. Meski begitu, dia mendorong upaya sosialisasi yang lebih masif melalui jalur pendidikan, pemasyarakatan, dan lain-lain dengan Inpres.

“Biar aja ada Keppres yang menetapkan, dilampiri dengan KHI. Misalnya setiap 10 tahun sekali diperbarui, disempurnakan. Ada yang baru-baru begitu lalu didukung oleh Inpres yang intruksi itu menyangkut soal pemasyarakatan dan penerapan pengadilan,” paparnya.

Di sisi lain, Prof Jimly juga menilai MUI perlu melakukan penyusunan dan dan menetapkan fatwa nasional, agar bisa menjadi pegangan pengadilan.

“Pengadilan ini tidak punya pegangan kalau tidak menggunakan apa yang sudah difatwakan oleh para ulama di sepanjang sejarah gitu,” tuturnya.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2003-2008 ini menyarankan MUI untuk mengintensifkan kerja sama dengan MA dan MK. Bila perlu, ada semacam MoU agar sepanjang menyangkut hukum agama, negara tidak usah ikut campur.

“Negara itu ikut saja apa yang diputuskan di kompilasi hukum Islam. Jadi negara tidak usah ikut campur urusan Dam. Lalu MUI disuruh mendukung, tidak bisa begitu. Ini urusan internal umat Islam, jangan ikut campur, negara gak usah ikut campur,” tegasnya.

Bahkan, Prof Jimly kembali mencontohkan bahwa negara tidak perlu untuk terlibat dalam memberikan label halal. Karena hal itu, menurutnya, urusan MUI.

“Misalnya memberi label halal, oh ini halal loh, yang menghalalkan itu mesti MUI. Bahwa negara misalnya mengatur, iya. Jadi harus ada pembedaan antara hukum negara dengan hukum agama,” tegasnya.

sumber: muidigital

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × 3 =