Nahi Munkar oleh Negara
Ilustrasi
Allah SWT membuka kedok mereka dalam firman-Nya: “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf…” (QS. At taubah 67).
Beda Amar Makruf Nahi Munkar dengan Izalatul Munkar
Harus dibedakan istilah aktivitas amar makruf nahi munkar (menyuruh yang makruf dan melarang kemungkaran) dengan izalatul munkar (menghilangkan kemungkaran) atau taghyirul munkar (mengubah kemungkaran).
Melakukan aktivitas amar makruf nahi munkar lazimnya dibatasi dengan ucapan atau yang serupa dengannya, tanpa menggunakan fisik.
Namun dalam menghilangkan kemungkaran (izalatul munkar) atau mengubah kemungkaran (taghyirul munkar), tidak dibatasi dengan ucapan, karena terkadang harus menggunakan kekuatan fisik. Rasulullah Saw bersabda:
“Siapa saja di antara kalian yang melihat suatu kemunkaran maka hendaknya dia ubah dengan tangannya, jika dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya, dan jika dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan hatinya dan hal itu adalah selemah-lemahnya iman.” (Sahih Muslim Juz 1/50).
Dalam syarah abu Dawud juz 4/486 diterangkan, sabda Nabi Saw “fabiqalbih” artinya hendaklah dia tidak menyukainya dengan hatinya dan hal itu tentunya tidak menghasilkan izalatul munkar ataupun taghyirul munkar tetapi itulah usaha yang mampu dilakukannya. Sedangkan sabda Nabi Saw, “wa dzalika adl’aful iimaan” maknanya buah iman yang paling sedikit.
Peran Negara dalam Melarang dan Menghilangkan Kemunkaran
Dalam menafsirkan firman Allah SWT: “(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al Hajj 41).
Ibnu Katsir mengutip riwayat bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a. dalam suatu khotbahnya mengutip ayat “walladzina immakkannaahum fil ardl….” (QS. Al Hajj 41) lalu berkata ketahuilah bahwa ayat di atas tidak hanya membahas kewajiban wali (penguasa) semata tapi kewajiban wali (penguasa) dan al maula alaih (rakyat).
Maukah kukabarkan kepada kalian hak kalian atas wali kalian dan hak wali atas kalian? Sesungguhnya kewajiban wali atas kalian adalah memberikan sanksi hukum kepada kalian terhadap hak-hak Allah atas kalian, dan dia wajib mengambil sebagian harta kalian (kalangan kaya) untuk diberikan kepada sebagian yang lain (kalangan fakir miskin), dan dia wajib menunjukkan kepada kalian jalan yang lurus sesuai kemampuannya.
Sedangkan kalian wajib memberikan ketaatan kepadanya tanpa paksaan, ketaatan lahir batin. Apa yang disampaikan Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a. tersebut tampaknya merujuk kepada pesan Rasulullah saw kepada Muadz bin jabal r.a. tatkala mengangkat beliau sebagai wali negeri Yaman.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw menerangkan, tugas seorang penguasa atau pejabat negara adalah memberikan nasihat kepada rakyat. Oleh karena itu, di masa lalu, para pejabatlah yang menjadi khatib Jum’at dan bilal berpesan agar jamaah berdiam, mendengarkan nasihatnya, dan mentaatinya.
