MUI Minta Semua Pihak Tahan Diri dan Bermuhasabah

 MUI Minta Semua Pihak Tahan Diri dan Bermuhasabah

Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh.

Jakarta (Mediaislam.id) – Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh menyampaikan ajakan untuk melakukan muhasabah secara nasional. Dia juga mengajak semua pihak untuk bisa menahan diri.

“Kewajiban kita untuk melakukan koreksi, kontrol, dan perbaikan terhadap berbagai kebijakan agar beriorentasi kepada kemasalahatan publik, caranya harus ma’ruf,” kata dia di Jakarta, Sabtu (30/8/2025).

Sementara yang dikoreksi, sambungnya, juga perlu mendengar dengan sabar dan seksama, serta berkomitmen untuk terus memperbaiki diri.

Prof Ni’am mengatakan, pemegang kebijakan perlu responsif terhadap setiap aspirasi yang masuk. Prof Ni’am menegaskan aspirasi rakyat tidak boleh dicueki, kemudiaan melegasikan suara sekecil apapun.

Menurutnya, bisa jadi pemegang kebijakan melihat apa yang sudah diambil itu bagian dari kewajiban perbaikan publik, tetapi karena tanpa kajian yang lebih utuh, kebijakan itu hanya bermanfaat bagi satu kelompok dan merugikan kelompok lain.

“Saya kira ini harus diberi ruang dalam konteks kehidupan masyarakat yang demokratis. Akan tetapi, artikulasi penyampaian aspirasi itu harus dalam bingkai perbaikan,” ujarnya.

Prof Ni’am menjelaskan, dalam konteks keagamaan, hal ini disebut sebagai harakatul Islam atau gerakan perbaikan yang harus disampaikan dengan cara-cara yang baik, tidak boleh menempuh jalan yang destruktif.

Apalagi, penyampaian aspirasi merupakan bagian dari hak-hak dasar untuk menyampaikan ide, usulan dan juga komitmen perbaikan negeri. Sehingga, dia menegaskan harus diberi ruang dalam konteks kehidupan masyarakat yang demokratis.

“Tetapi disisi lain, pemegang kebijakan perlu responsif terhadap setiap aspirasi yang masuk. Tidak boleh cuek, kemudiaan melegasikan suara sekecil apapun,” tegasnya.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah, Depok, Jawa Barat ini mendorong agar adanya komunikasi yang bersifat saling menguatkan, saling menghormati, dengan mengedepankan prinsip-prinsip kedamaian di dalam relasi antara rakyat dan pemegang otoritas, menjadi salah satu niscaya.

“Kejadian ini memiliki hikmah. Hikmah pertama pemegang kebijakan perlu aspiratif. Hikmah kedua penyampaian aspirasi perlu mengedepankan koridor etika dan keadaban publik,” lanjutnya.

Akan tetapi, sambungnya, hal-hal yang bersifat ideal ini terkadang tidak seindah dengan yang ada di lapangan. Dia menerangkan bahwa mekanisme aspirasi normalnya dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang berada di DPR-RI sebagai wakil mekanisme demokrasi.

Akan tetapi faktanya, Prof Ni’am menyayangkan tidak semua aspirasi dan kebijakan DPR itu menyerap aspirasi masyarakat. Hal inilah yang menjadi titik masalahnya.

“Karena itu, mengurai persoalan ini harus dengan komitmen bersama, tidak bisa hanya dibebankan kepada masyarakat pelaku unjuk rasa untuk tidak anarkis semata. Tetapi pada saat yang lain, harus diimbangi dengan komitmen responsi secara proporsional.

Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta ini meminta agar DPR-RI mengedepankan aspek keteladanan; bagaimana kehidupan di tengah masyarakat yang secara umum mengalami kesulitan ekonomi dengan adanya empati.

Kemudiaan, lanjutnya, Anggota DPR-RI tidak boleh flexing dan mengedepankan prinsip keteladanan dalam kesederhanaan.
“Saya kira itu menjadi komitmen kita bersama. Kalau terjadi pembakaran, pengrusakan, yang rugi bukan hanya kantor polda dan fasilitas publik, tetapi kita semua termasuk pajak kita disitu,” tegasnya.

sumber: muidigital

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen + 9 =