Mengqadla Shalat yang Luput, Begini Ketentuannya
Ilustrasi
Dari Abu Said ra, ia berkata: “Kami tertahan pada Perang Khandaq dari beberapa shalat hingga terlewatlah sebagian waktu setelah maghrib, dan ini sebelum turun firman Allah SWT seputar perang, ketika berperang telah dicukupkan dari kami. Hal ini ketika sudah turun firman-Nya: “Dan Allah menghindarkan orang- orang mukmin dari peperangan dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. Nabi Saw memerintahkan Bilal, maka Bilal beriqamat shalat zuhur, kemudian beliau Saw shalat zuhur sebagaimana shalat pada waktunya. Setelah itu Bilal beriqamat untuk shalat Ashar, lalu Nabi melaksanakan shalat ashar sebagaimana shalat pada waktunya. Dan Bilal kemudian beriqamat untuk shalat maghrib dan Nabi Saw melaksanakan shalat maghrib sebagaimana shalat pada waktunya.” (HR. Ahmad, an-Nasai dan Ibnu Khuzaimah)
Dalam kondisi ini azan disyariatkan ketika jamaah penduduk kota disibukkan dari azan pada waktunya, seperti terjadinya peperangan. Seperti kejadian yang menimpa Rasulullah Saw dan jamaah kaum Muslim di kota Madinah pada Perang Khandak, atau penduduk negeri disibukkan dari azan sebagai akibat terjadinya bencana gempa bumi yang dahsyat atau badai topan misalnya, maka hendaklah dikumandangkan azan ketika akan menegakkan shalat yang luput.
Namun, jika jamaah telah berazan di suatu negeri, sedang orang yang kehilangan shalat akan melaksanakan shalat pada selain waktunya maka tidak diperlukan lagi azan, cukup dengan iqamat saja.[]
Sumber: Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah. Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an dan Hadits. (Terjemah dari Al-Jami’ lil Ahkam Ash-Shalat), Bogor: PTI, 2008.
