Mengqadla Shalat yang Luput, Begini Ketentuannya
Ilustrasi
Shalat yang luput tidak ada kafarat atasnya, karena kafarat diperuntukkan hanya untuk shalat yang luput dengan sebab syar’i, seperti tertidur, lupa atau alpa, bukan yang lain. Jika orang yang melalaikan ini mengqadla shalat yang luput tersebut, maka dosa yang harus dia tanggung tidak akan gugur darinya.
Qadla Shalat untuk Orang yang Meninggal
Dan apabila qadla-nya seorang Muslim atas shalat-shalatnya yang luput karena ditinggalkan secara sengaja itu tidak menggugurkan dosanya, maka apatah lagi dengan qadla yang dilakukan orang lain ketika si pelaku telah wafat sedangkan dia harus menanggung dosa dari shalat yang ditinggalkannya. Artinya, qadla yang dilakukan orang lain tidak akan menggugurkan dosa darinya.
Dengan demikian, maka shalat yang diterima adalah shalat yang dilakukan oleh orang yang terkena kewajibannya dan dilaksanakan pada waktunya.
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nisa [4]: 103)
Tidak pernah ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw memerintahkan agar seorang Muslim mengqadla shalat yang luput dari seseorang yang lain, dan tidak ada cerita bahwa seseorang telah mengqadla shalat yang luput seorang Muslim yang lain itu kemudian Rasulullah Saw mengakui perbuatannya tersebut. Ingat, ibadah itu bersifat tauqifi, sehingga tidak sah dilakukan qiyas di dalamnya, kecuali jika ada ‘ilat yang benar-benar disebutkan dalam nash.
Tata Cara Shalat yang Luput
Adapun tentang tata cara shalat yang luput adalah sebagai berikut:
Barangsiapa yang melaksanakan shalat yang luput itu, hendaknya dia melaksanakan shalat tersebut sesuai keadaan sebenarnya dan menurut bentuknya sebagaimana shalat yang dilaksanakan pada waktunya.
Hendaklah dia melaksanakan shalat itu apa adanya, dari sisi jahr ataupun sirr-nya, iqamat dan jamaahnya. Seandainya dia kehilangan shalat subuh, maka hendaklah dia melaksanakannya di waktu siang setelah matahari terbit, dimana disyariatkan baginya untuk beriqamat, kemudian melaksanakan shalat tersebut secara jahr dan dalam satu jamaah. Jika dia kehilangan shalat ashar dan ingat kembali pada waktu malam maka hendaklah dia melaksanakan shalat tersebut dengan cara sirriyah, dan melaksanakan shalatnya dalam satu jamaah.
Dari Abu Qatadah ra yang bercerita tentang tertidurnya mereka dari shalat fajar, dia berkata: “…kemudian Bilal mengumandangkan azan untuk shalat, lalu Rasulullah Saw shalat dua rakaat, kemudian shalat al-ghadat. Beliau melakukannya sebagaimana beliau lakukan (seperti biasa) setiap hari.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan dua rakaat disini adalah dua rakat shalat sunat sebelum shalat fajar, dan yang dimaksud dengan al-ghadat di sini adalah shalat fajar.
