Menghilangkan Sifat Minder Anak

Ilustrasi: Anak minder.
ANAK-ANAK harus mendapatkan pendidikan kejiwaan. Hal ini dimaksudkan agar mereka menjadi pribadi yang berani terbuka, mandiri, suka menolong, bisa mengendalikan amarah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral secara mutlak.
Dalam bukunya, “Tarbiyatul Aulad fil Islam”, Profesor Abdullah Nashih Ulwan mengatakan, tujuan dari pendidikan kejiwaan adalah untuk membentuk, membina dan menyeimbangkan kepribadian anak. Sehingga ketika anak sudah mencapai usia taklif ia dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada dirinya secara baik dan sempurna.
Dr. Nabih Al-Ghibrah dalam kitab “Al-Musykilat As-Sulukiyyah Indal Athfal”, seperti dikutip Abdullah Nashih Ulwan, mengatakan, perasaan minder merupakan salah satu tabiat jelek bagi anak-anak. Gejala semacam ini biasanya dimulai pada usia empat bulan. Setelah berusia satu tahun, perasaan minder akan lebih tampak pada anak. Yaitu ketika ia memalingkan wajahnya, menutup kedua mata atau wajah dengan kedua telapak tangan kepada orang yang dianggap asing baginya.
Menurut Doktor Nabih, pada usia tiga tahun, anak akan merasa minder ketika pergi ke sebuah rumah yang belum dikenal. Terkadang ia duduk dengan tenang di pangkuan ibu atau di sampingnya sepanjang waktu, tanpa berbicara sepatah kata pun.
Faktor genetika ikut andil di dalam menumbuhkan perasaan minder bagi anak-anak. Demikian pula faktor lingkungan juga tidak dapat dipungkiri memiliki andil yang besar dalam memperbesar watak minder atau bahkan menghilangkannya. Anak-anak yang sering bergaul dengan teman-temannya, perasaan mindernya lebih kecil dibanding anak-anak yang tidak pernah atau kurang bergaul dengan teman-teman.
Cara menanggulangi masalah ini, dapat dilakukan dengan membiasakan anak-anak bergaul dengan orang lain, baik dengan cara mengundang orang tersebut ke rumah secara intensif, maupun dengan cara membawa mereka berkunjung ke rumah teman-temannya dan kerabatnya. Atau dapat pula dengan cara meminta mereka secara halus untuk berbicara dengan orang lain, baik itu orang dewasa atau anak kecil.
Dengan cara pembiasaan ini, maka perasaan minder akan berkurang di dalam jiwa anak. Mereka akan memiliki sifat percaya diri dan akan selalu terdorong untuk berbicara benar, tanpa merasa takut kepada cercaan orang lain.
Abdullah menuliskan sejumlah contoh aksi-aksi heroik anak-anak Islam di generasi awal. Mereka adalah buah dari pendidikan kejiwaan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw kepada para sahabat dan lalu oleh generasi-generasi terbaik setelahnya.
***
Pada awal masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, banyak utusan yang datang dari seluruh tanah air, untuk mengucapkan selamat kepadanya. Di antara utusan orang-orang Hijaz, tampil seorang anak kecil yang usianya belum mencapai sebelas tahun untuk mewakili mereka berbicara.
Umar bertanya kepadanya, “Kembalilah engkau dan suruhlah orang yang lebih tua daripada kamu untuk berbicara!”
Anak kecil itu berkata, “Semoga Allah menguatkan Amirul Mukminin, seseorang tergantung kepada dua si kecil, hati dan lisannya. Jika Allah memberikan lisan yang mampu berbicara dengan hati yang terpelihara kepada seorang hamba, maka hamba ini berhak untuk berbicara. Dan jika yang dipersoalkan Amirul Mukminin adalah usia, maka sudah barang tentu di dalam umat ini ada yang lebih berhak daripada Engkau untuk memangku jabatan khalifah ini!”