Mengenang Serangan Umum 29 Mei 1453: Penaklukan Konstantinopel
Penaklukan benteng Byzantium oleh tentara Sultan Muhammad Al-Fatih pada 29 Mei 1453 M.
Setelah berlalu dua jam dari usaha keras pasukan Islam itu, Sultan mengeluarkan komando pada pasukannya untuk istirahat barang sejenak setelah mereka mampu membuat pasukan musuh kelabakan di wilayah tersebut. Pada saat yang sama Sultan mengeluarkan perintah pada pasukan ketiga untuk melakukan serangan selanjutnya ke pagar-pagar pertahanan lawan di wilayah yang sama.
Musuh dikejutkan dengan munculnya gelombang pasukan baru setelah sebelumnya mereka mengira bahwa serangan telah reda dan mereka saat itu telah mengalami kelelahan. Pada sisi lain dari kalangan Islam kini muncul para mujahidin dengan darah yang masih segar dan semangat menyala yang sebelumnya telah dipersiapkan dan telah cukup istirahat. Di samping itu mereka juga telah menunggu lama untuk ikut ambil bagian dalam pertempuran.
Di lain pihak, pertempuran di laut juga berlangsung seru dan sesuai dengan yang direncakan sehingga membuat musuh kalang kabut. Musuh telah dibuat sibuk melakukan perlawanan di banyak medan pada satu waktu sekaligus. Dan bersamaan dengan munculnya sinar pagi, para mujahidin bisa memastikan tempat-tempat musuh dengan lebih detail dan tepat. Mereka pun mulai melancarkan serangannya yang lebih berlipat.
Kaum muslimin demikian semangat dan mereka betul-betul menginginkan agar serangannya sukses. Namun demikian, Sultan mengeluarkan perintah agar pasukan Islam menarik diri dengan tujuan untuk mengistirahatkan meriam-meriam agar bisa dioperasikan kembali, dimana meriam-meriam itu telah dipergunakan untuk menghujani benteng-benteng pertahanan musuh dengan peluru-peluru dan telah membuat mereka kelelahan setelah bertempur sepanjang malam.
Tatkala meriam-meriam telah mulai dingin, datanglah pasukan khusus Inkisyariyah (Janissary) yang dipimpin Sultan. Pasukan ini menampakkan keberanian yang demikian mengagumkan dan tanpa tanding dalam pertempuran. Tiga puluh di antara mereka mampu memanjat benteng lawan yang mengejutkan pasukan musuh.
Walaupun ada beberapa di antara mereka yang syahid, termasuk di dalamnya komandan pasukan, namun peristiwa ini telah menjadi pintu pembuka untuk bisa memasuki Madinah di Thub Qabi dan mereka mampu memancangkan panji-panji Utsmani.
Inilah yang menambah semangat tempur pasukan Islam untuk melakukan serangan dan gempuran. Terlebih, pada saat yang sama komandan pasukan musuh, Giovanni Guistiniani, mengalami luka sangat parah sehingga memaksanya harus mundur dari medan laga. Peristiwa ini memberikan pengaruh yang demikian kuat di pihak musuh. Akhirnya Kaisar sendiri menggantikan posisinya untuk menjadi komandan lapangan, karena Giovanni Guistiniani telah kabur melarikan diri dari medang perang dengan salah satu perahu.
Kaisar dengan sekuat tenaga berusaha untuk mendorong pasukannya agar berteguh hati mempertahankan negerinya. Ini dia lakukan karena dia melihat perasaan putus asa telah menggelayuti hati pasukannya untuk melakukan perlawanan.
Di sisi lain pasukan Islam, di bawah pimpinan Sultan sendiri berusaha sekuat tenaga untuk mempergunakan kelemahan jiwa musuh. Pasukan Utsmani melanjutkan serangannya ke kota itu dari sisi lain, hingga mereka mampu memasuki pagar pertahanan dan mampu menguasai beberapa benteng dan menghantam musuh di pintu gerbang Adrianapole. Di sinilah panji-panji Utsmani dikibarkan.
Pasukan Islam bergerak maju laksana gelombang ke dalam kota Konstantinople melalui kota wilayah ini. Tatkala Constantine melihat panji-panji Utsmani berkibar di atas benteng-benteng bagian utara kota, dia yakin bahwa kini tidak mungkin lagi kota itu dipertahankan. Oleh sebab itulah, dia segera melepaskan pakaian perangnya agar tidak dikenal dan dia pun turun dari kudanya. Dia terus berperang hingga akhirnya terbunuh di medan perang.
