Mendambakan Pemimpin Beretika

 Mendambakan Pemimpin Beretika

Ilustrasi

Dalam kamus Al-Mawrid Inggris Arab, Munir Ba’albaki, kata “ethics” diterjemahkan kedalam bahasa Arab menjadi akhlak atau adabu mihnatin ma artinya adab atau etika dengan profesi dan pekerjaan apapun. Sedangkan “etiquette“, bahasa Arabnya disebut adabul mu’asyarah artinya etika pergaulan

Begitu selesai membangun Baitullah (Ka’bah), Ibrahim ‘alaihissalaam bersama putranya Ismail a.s bermunajat melantunkan doa kehadirat Allah ‘azza wa jalla. Untaian doanya antara lain:

Pertama, Rabbana taqabbal minnaa innaka Antassamii’ul ‘aliim (QS.2: 127), agar bangunan fisik Ka’bah buah karyanya yang sangat monumental ini diterima sebagai bagian dari pengabdian yang tulus ikhlas kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Kedua, Rabbana waj’alna muslimaini laka wa mindzurriyyatina ummatan muslimatan laka (QS.2:128), agar keduanya, bapak dan anak serta anak cucu generasi sesudahnya menjadi muslim yang taat, patuh dan tunduk kepada Allah serta setia menjalankan syariat-Nya.

Ketiga, Rabbana wab’ats fiihim Rasuulan minhum agar bumi kota Mekkah tempat Ismail tumbuh dibesarkan, dikemudian hari diharapkan lahir seorang pemimpin besar.

Kerinduan Ibrahim as akan lahirnya seorang pemimpin besar ini diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur’an QS. Al-Baqarah ayat 129 dengan terjemahan tafsir utuhnya sebagai berikut:

Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka dan menyucikan mereka. Sungguh Engkaulah yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Pemimpin yang didambakan ini mempunyai tiga kriteria utama.

1. Yatluu ‘alaihim aayaatihi. Pemimpin yang mempunyai kemampuan membaca, iqra‘ dan tilawah ayat-ayat Allah.

2. Wa yu’allimuhum al-kitaba wal hikmah. Pemimpin yang berjiwa mu’allim atau guru, yang mampu mencerdaskan bangsanya dan umat manusia seluruhnya.

3. Wa yuzakkiihim. Pemimpin yang berakhlak mulia dan beretika hidup luhur. Pemimpin yang mampu mencerdaskan akal dan hati, menyucikan jiwa dan raga.

Kriteria pertama adalah pemimpin yang mempunyai kemampuan membaca ayat-ayat Allah. Baik ayat-ayat qauliyah Firman-Nya, maupun ayat-ayat kauniyah tanda-tanda alam ciptaan-Nya. (QS.3: 190 & QS. 51: 20-22)

Kriteria yang pertama ini dapat dikatakan pemimpin yang memiliki cara pandang hidup dan kehidupan yang berbeda, dengan cara pandang yang dianut oleh materialisme. Paham yang memandang fenomena alam raya yang maha luas ini semata-mata dalam bentuk fisik material.

Juga berbeda dengan cara pandang sekularisme yang menafikan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sekularisme yang lahir dari tanah kelahirannya di Barat yang memisahkan agama dari negara, dan gereja dari politik.

Pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin Muslim yang berpaham memadukan antara nilai spiritual dan nilai material dalam membangun bangsa dan negara. Bukan pemimpin yang berideologi sekuler liberal dan materialsme komunisme.

Kriteria yang kedua adalah pemimpin yang berjiwa mu’allim dan muaddib, pendidik dan guru yang memberikan teladan serta mempunyai visi jauh kedepan.

Kriteria yang ketiga adalah pemimpin yang berakhlak mulia, bermoral tinggi dan menjunjung tinggi nilai-nilai ilahiyah. Pemimpin yang mampu menyucikan jiwa dan raga, mencerdaskan akal dan hati. Pemimpin yang selalu menjaga dan melindungi umat dari segala upaya pengrusakan terhadap akidah dan akhlak bangsa.

Doa Nabi Ibrahim ini dikabulkan oleh Allah dengan diutusnya Rasulullah Saw sebagaimana terungkap dalam QS. Al-Jumu’ah (62): 2.

Bahwa Muhammad Saw bukan saja pemimpin bangsa Arab sebagaimana yang dituduhkan oleh kaum liberal, sekuler. Beliau adalah Sayyidul Anbiya’ wal Mursaliin, pemimpin dunia seluruhnya: Katakanlah, wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah Rasul utusan Allah untukmu semua. (QS. Al-A’raf《7》: 158).

Bahwa Rasul Utusan Allah ini bukan hanya pemimpin spiritual sebagaimana anggapan kaum orientalis. Namun Rasulullah Saw adalah pemimpin paripurna, pemimpin dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Baik sosial, ekonomi, politik, militer, pemerintahan dan lain sebagainya.

Beliau adalah panglima perang, komandan tempur, imam tentara dan imam shalat. Beliau adalah hakim agung yang adil dan bijak, juga diplomat ulung. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang kepala negara dan juga kepala rumahtangga yang patut menjadi suri teladan.

Tiga kriteria pemimpin idaman Ibrahim a.s ini dikoreksi oleh Allah dengan merubah urutannya. Menempatkan tazkiyatun-nafs (penyucian jiwa), akhlak, etika dan moral pada urutan yang kedua. (QS. 62 : 2)

Seakan mengingatkan kepada kita bahwa orang-orang pandai di akhir zaman nanti sangatlah banyak. Ilmunya setinggi langit, titel dan gelarnya sederet, tetapi nihil iman dan moral. Tak ada rasa malu jika berbuat dosa dan kesalahan. Tak ada rasa penyesalan bila bertindak melawan hukum dan melanggar tatakrama.

Rasulullah Saw bersabda: “Rasa malu dan iman berada dalam satu wadah, jika salah satunya tercabut maka tercabutlah semuanya.” (HR.Baihaqi, Shahih al-Jami’ No..1603.)

Orang yang kehilangan rasa malu (al-haya‘) akan berani berbuat apa saja diluar kendali akal sehat. Karena itulah Rasulullah Saw dengan tegas mengatakan: Jika hilang rasa malu pada dirimu silahkan berbuatlah semaumu (HR. Bukhari, al-Adabul Mufrad No.1316)

Inilah tiga kriteria utama pemimpin dambaan masa depan. Yang diharapkan mampu mengemban misi, membangun peradaban dunia yang lebih baik.

Dialah Allah yang mengutus di kalangan ummiyin seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, (1) yang membacakan ayat-ayat-Nya, (2) dan menyucikan mereka, (3) dan mengajarkan kepada mereka Al-Qur’an dan As-Sunnah. (QS.62:2). Wallahu a’lam bish-shawaab.

Muhammad Abbas Aula

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen − eight =