Mencari Solusi Maraknya KDRT

Ilustrasi: Setop KDRT
SELEBGRAM Cut Intan Nabila menjadi korban Kekerasan dalam Rumah Tangga atau disingkat dengan KDRT oleh suaminya. Kejadiannya terekam dalam kamera CCTV, lalu diunggah oleh Intan sendiri dalam akun Instagramnya.
Dalam video tersebut terlihat jelas bahwasanya suami Intan yaitu Armor sedang melakukan kekerasan terhadap Intan, Armor menjambak dan memukul Intan hingga tersungkur. Tidak hanya itu, anak mereka pun yang masih bayi ikut terkena tendangan ayahnya.
Kasus KDRT seperti ini sebenarnya bukan pertama kali. Kasus ini hanya menambah panjang deretan kasus KDRT di Indonesia. Catatan Tahunan CATAHU 2023 mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus. Merujuk fenomena gunung es, ini hanyalah data kasus yang dilaporkan, sementara itu yang tidak dilaporkan bisa jadi lebih besar.
Rapuh
Pengamat masalah perempuan, anak, dan generasi dr. Arum Harjanti menuturkan kepada MNews, Kamis (15-8-2024) bahwa meningkatnya kasus KDRT ini menunjukkan betapa rapuhnya pondasi keluarga hari ini.
Rumah bukan lagi tempat yang aman dan nyaman untuk anggota keluarga. Penyebab KDRT itu sendiri tentu banyak faktor, bisa faktor internal maupun eksternal, atau bahkan keduanya. Ikatan suami istri seharusnya adalah ikatan kuat yang dibangun diatas perjanjian kepada Allah. Namun, ikatan itu menjadi rapuh ketika keimanan mulai memudar karena cara pandang kehidupan yang terlalu duniawi. Aturan Allah disingkirkan, sehingga akal menjadi terlalu mendominasi dalam kehidupan manusia.
Akal dan hawa nafsu mendominasi dalam bertindak. Padahal akal manusia itu lemah dan hawa nafsu itu mengajak kepada kesenangan dunia yang menipu. Inilah yang saat ini terjadi, ketika sekularisme menjadi pandangan hidup seseorang. Agama tidak lagi dianggap penting untuk dilibatkan dalam membuat keputusan, sehingga halal dan haram diabaikan.
Kebebasan dalam berperilaku dan berpikir menjadikan kehidupan kita saat ini jauh dari kebaikan. Demikian pula halnya dengan negara, justru menjadikan sekularisme sebagai asas peraturan kehidupan dalam bermasyarakat. Regulasi yang hanya mengutamakan aspek keuntungan materi dan pembangunan yang hanya fokus pada pembangunan fisik saja membuat jiwa-jiwa masyarakatnya gersang, lantaran hanya mengisi hari-harinya dengan mengejar dunia yang fana ini. Sekularisme membuat manusia saat ini disibukkan untuk mencari cuan dan kesenangan saja.
Dalam kehidupan yang seperti itu, maka wajar jika berbagai regulasi seperti UU PKDRT yang sudah disahkan 20 tahun lalu tidak cukup untuk melindungi individu yang lemah.
Yang kaya dan punya kuasa menjadi merasa bebas melakukan apapun termasuk kekerasan tanpa takut akan sanksi dan dosa. Akibatnya, anggota yang dianggap paling lemah yaitu istri dan anak justru menjadi sasaran kemarahan dan kekerasan bagi yang kuat dan berkuasa.