Membangun Kesalehan Pemuda dalam Momen Ibadah Kurban

 Membangun Kesalehan Pemuda dalam Momen Ibadah Kurban

Ilustrasi

MOMEN ibadah kurban, seharusnya dapat kita manfaatkan sebagai momen untuk membangun kesalehan pada diri pemuda. Sekarang ini, kita menyaksikan banyak fakta pemuda yang membuat miris. Dari masalah perzinahan yang dianggap biasa, narkoba, pembulian, pembunuhan dan lain sebagainya yang begitu menyayat hati.

Tentu dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan untuk dapat membangun pribadi yang saleh-saleha. Sebenarnya bertubi-tubi persoalan yang menjerat pemuda hari ini penyebabnya tidak lain hilangnya ketaatan utuh kepada Allah dan sikap diskriminasi terhadap perintah dan larangan-Nya.

Kalau ditanya, pasti banyak dari mereka yang telah hafal tentang kisah keteladanan ayah dan anak, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ini. Sayangnya, hanya sebatas hafal namun tak dihayati dan tidak memahaminya dengan benar, serta kurang pemaknaan. Sebenarnya, bila ditadaburi secara mendalam maka akan dapat menghasilkan pengaruh dahsyat dalam kehidupan. Sebaliknya bila suatu ibadah tidak diresapi, tidak akan memberikan impact pada kehidupan sehari-hari.

Iduladha adalah momen luar biasa, momen yang penuh dengan kebahagiaan dan keberkahan. Hari-hari yang amat sakral. Ada banyak hikmah bertabur dari kisah yang melatarbelakangi ibadah kurban ini. Sebagai muslim, wajib berjuang mengulik hikmah tersebut untuk kemudian menjadikannya pelajaran dalam kehidupan. Agar membekas, dan lebih bernilai.

Dari kisahnya Nabi Ibrahim, yang diuji oleh Allah untuk mengorbankan buah hati sekaligus buah cintanya yang telah lama dinanti. Mengajarkan tentang tidak ada kecintaan yang paling tinggi melebihi kecintaan kepada Allah SWT, baik harta, anak dan lain sebagianya. Disisi lain, Nabi Ismail diuji oleh Allah untuk mengorbankan hidupnya agar ayahnya bisa melaksanakan perintah-Nya. Lihatlah bagaimana Nabi Ismail meneguhkan jiwa ayahandanya dengan mengatakan,

“Ayah, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insyaallah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS Ash-Shaffat [37]: 102)

Kisah ini mengajarkan kepada kita tentang ketundukan kepada Allah Taala, makna ketaatan yang totalitas kepada Allah SWT yang tidak ada keraguan sedikitpun. Ketaatan yang diminta oleh Allah tentulah ketaatan total pada semua perintah-Nya dan semua larangan-Nya. Bukan ketaatan parsial. Bukan pula ketaatan yang dipilih-pilih menurut kehendak dan kemauan hawa nafsu.

Ketika semua perintah dan larangan Allah itu dijalankan pastilah akan mendatangkan kebaikan dan pastinya akan terbentuk pribadi muslim yang saleh. Wallahu a’lam bisshawab. []

Yasyirah, S.P., Forum Literasi Muslimah Bogor.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

11 − 1 =