Memaknai keberkahan Ramadan (5)
Imam Shamsi Ali
Oleh:
Imam Shamsi Ali
MUNGKIN di antara keberkahan terpenting dari bulan Ramadan adalah rahmah dan magfirah Allah SWT. Bahwa bulan ini adalah bulan di mana Allah membuka pintu-pintu yang maha luar akan kasih sayang dan ampunanNya untuk hamba-hambaNya.
Sesungguhnya sisi sifat Allah yang paling dominan adalah rahmah atau kasih sayangNya. Hanya saja, sejak lama Islam disalah pahami seolah Islam kurang kasih sayang. Konsep ketuhanan kerap kali ditampilkan sebagai Tuhan yang kasar, bengis, tiada belas kasih. Kebodohan bahkan kebohongan ini sengaja dipromosikan untuk menumbuhkan rasa takut, bahkan kebencian kepada Islam.
Padahal jika dikaji semua aspek ajaran agama ini, mulai dari konsep teologisnya, amalan ritual, hingga ke muamalahnya mengajarkan kasih sayang itu.
Ampunan Allah
Karakteristik Allah yang Maha “Rahman” dalam ajaran Islam, salah satunya terefleksi dalam bentuk pengumpunanNya. Bahwa Allah SWT yang Maha menguasai langit dan bumi itu membuka pintu-pintu “pengampunan” dan “taubat” bagi semua hambaNya yang ingin dan sungguh-sungguh untuk meraihnya.
Al-Quran menegaskan: “dan bergegaslah kalian kepada ampunan Tuhanmu dan syurga yang luasnya langit dan bumi, disiapkan bagi orang-orang yang bertakwah”. (Al-Imran).
Kecintaan Allah yang tiada batas itu terwujud dalam sebuah ayat yang saya sebut dengan “deklarasi pengampunan”: “Katakan, Wahai hamba-hambaKu (ibaadiya) jangan kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa-dosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang”.
Ayat ini menekankan beberapa poin penting:
Satu, bahwa kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya begitu sangat dalam, bahkan tiada batas. Allah memanggil mereka yang melakukan dosa dengan panggilan kasih: “wahai hamba-hambaKu”. Padahal mereka telah melampaui batas dan ketetapan Allah (asrafuu). Luar biasanya Allah masih memanggil mereka dengan panggilan yang termulia “ibaad”.
Dua, mereka yang melakukan dosa disebut “asrafuu” atau melampaui batas dan berlebihan. Hal itu karena agama jika dijalankan sebagaimana mestinya akan sejalan dengan kebutuhan dan tabiat manusia. Di saat agama tidak dijalankan sebagaimana mestinya maka terjadi prilaku “melampaui batas” dari tabiat (nature) kemanusiaan.
3. Pengampunan itu bukan sekedar karena usaha kita semata. Bukan pula karena sekedar ibadah yang kita lakukan. Tapi semuanya karena semata “rahmat Allah”. Dan yang terpenting bahwa Rahmat Allah tiada batas. Dan karenanya jangan pernah berputus Ada.
4. Semua dosa itu terbuka untuk diampuni, kecuali syirik yang terbawa mati. Dan karenanya ayat ini mendeklarasikan bahwa “sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa”. Karena memang itulah Allag yang “Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dari semua ini dipahami bahwa ampunan Allah itu adalah bentuk rahmahNya yang terbesar. Hanya dengan ampunanNya seorang hamba akan masuk syurga. Dan hanya dengan rahmatNya seorang hamba akan diampuni.
Cerita seorang pembunuh 99 orang adalah contoh lain dari kasih sayang Allah SWT. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa seorang pemuda telah membunuh 99 orang. Lalu mendatangi seorang ahli ibadah dan bertanya kira-kira Allah masih akan mengampuninya?
Sang ahli ibadah itu menjawab bahwa dia tidak akan diampuni lagi dengan dosa sebesar itu. Jangankan membunuh 99 orang. Membunuh seorang saja dosanya bagaikan membunuh seluruh umat manusia.
Mungkin karena prustrasi dan marah, sang pemuda itu juga membunuhnya. Kini iya genap membunuh 100 orang. Tapi kenginan untuk diampuni masih ada dalam hatinya. Dia pun berjalan hingga ketemu dengan ahli ilmu dan bertanya apakah Allah masih mengampuninya?
Mendengar itu sang ahli ilmu teringat dengan ayat tadi, “Wahai hamba-hambaKu jangan berputus asa dari Rahmat Allah…sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa”.
