Memahami Potensi Diri Ala Rasulullah Saw
Ilustrasi
BELAKANGAN dalam dunia psikologi, muncul beragam metode, alat uji ataupun tes yang bisa digunakan dalam mengenali, memahami bahkan memetakan potensi individu. Sebut saja Myers Briggs Type Indicator (MBTI), Thematic Apperception Test (TAT), Tes Rorschach, DISC, Hexaco, dan masih banyak lagi. Tahukah kamu?
Dalam Islam semua produk madaniah atau hasil inovasi peradaban itu boleh-boleh saja dipakai sebatas tidak keluar dari hukum syara dan mengandung hadarah kufur sebab dikhawatirkan akan memengaruhi pandangan hidup dan keyakinan Muslim. Jadi, apa pun alat uji yang digunakan untuk membantu penggalian bakat dan minat seseorang sah-sah saja dilakukan.
Baru-baru ini saya mengikuti sebuah kegiatan edukasi yang sangat membantu orang tua dan anak-anak remaja di perumahan tempat saya tinggal, Perumahan Panorama Putra Mandiri, Cipayung, Depok yang bertempat di Mushola Al Ikhlas, Sabtu 25 Oktober 2025, Bada Isya, acara dimulai dengan doa sekaligus materi yang langsung dipimpin oleh fasilitator Bapak Evano D Koagow, S.Psi. CHA, CPHt, seorang psikolog bersertifikasi yang terlatih di bidangnya.
Banyak poin sebagai catatan penting dari kegiatan tersebut. Di antaranya dengan mengenali potensi diri, remaja bisa memahami bakat yang Allah anugerahkan kepadanya untuk kemudian memilih bidang keilmuan yang bisa ditekuni di masa depan. Sedangkan peserta yang berstatus orang tua–sekalipun takdir sudah membawanya ke dunia pekerjaan yang jauh dari minat bahkan bertolak belakang dengan karakter diri–menjadi lebih arif dan tidak menghakimi warisan pola asuh yang keliru.
Selanjutnya, dengan status saat ini sebagai ayah/ibu, diharapkan bisa ikut membantu mengarahkan putra-putrinya untuk memilih bidang yang sesuai dengan minat dan potensi masing-masing, juga meneruskan kehidupan dengan ikhlas, tenang, dan bahagia. Bahkan, kalau perlu terus menggali kekuatan diri dan skill positif agar bisa bermanfaat di kehidupan bermasyarakat.
Selain itu yang menarik, ketika Pak Evano menuturkan, kenapa harus iri dengan rezeki orang lain? Padahal jelas dari hasil pemetaan potensi atau minat dan bakat manusia itu unik. Berbeda antara individu satu dengan yang lainnya. Tentu rezeki tiap-tiap orang juga sudah di desain Allah sesuai takarannya masing-masing. Sebuah nasihat yang sangat mengena dan membuka cakrawala baru dari sudut pandang yang berbeda bagi masyarakat terutama lingkungan perumahan.
Dari sisi ilmu pengetahuan popular sudah, bagaimana jika kita menggali dari sudut pandang Islam terutama sirah nabawiyah?
Ternyata, teladan kemampuan memahami potensi dan bakat seseorang ada dalam diri Rasulullah Saw. Kala itu, sebelum perintah hijrah dan mendirikan Daulah di Madinah, Rasul memilih Mus’ab Bin Umair sebagai utusan pertama yang ditugaskan untuk melobi pemimpin kabilah-kabilah Musyrik dan Yahudi yang tinggal di sekeliling Madinah.
Walhasil, hanya dalam waktu satu tahun, Mush’ab berhasil membalikkan pemikiran umum masyarakat Madinah yang tadinya kebanyakan menyembah berhala, dan agama samawi sisa ajaran nabi terdahulu menjadi pemeluk islam yang teguh sehingga siap untuk dihijrahi Nabi dan kaum Muhajirin dari Makkah.
Jika kita cermati, kenapa saat itu Rasululah tidak mengirim Abu Bakar atau Umar bin Khattab yang terkenal garang dan cakap di medan pertempuran? Atau Abdurahman Bin Auf, Sang saudagar yang kaya raya untuk negosiasi dagang sekaligus utusan/wakil nabi? Atau Ali bin Abi Thalib, sang pemuda pemberani? Rahasianya, karena Rasulullah paham betul memetakan potensi para sahabat dan mengoptimalkannya untuk kepentingan dakwah.
Ali masih terlalu muda kala itu usianya belum genap 10 tahun, belum matang untuk bernegosiasi. Umar dan Abu Bakar terkenal emosinya yang masih turun naik di era awal memeluk Islam. Abdurahman bin Auf memang dinilai sangat piawai dalam urusan perniagaan, namun belum cukup cakap dalam pendekatan ke masyarakat. Sedangkan Mus’ab Bin Umair –yang akhirnya saat ini dikenang sebagai cikal bakal profesi diplomat– adalah pemuda matang yang pemberani, ahlinya berdebat, melakukan pendekatan dan interaksi serta diplomasi dibandingkan sahabat-sahabat yang lain.
