Masjid Raya Cordova, Simbol Kejayaan Islam di Andalusia itu Kini Jadi Gereja
Cordova di Spanyol. [Foto: National Geographic]
PADA 711 M kota Cordova jatuh ke tangan panglima Islam Thariq bin Ziyad. Semenjak waktu itu kota ini masuk wilayah kerajaan Bani Umayyah, di bawah pemerintahan khalifah Walid bin Abdul Malik yang berkedudukan di Damaskus.
Mulai pada masa pemerintahan Abdur Rahman Ad-Dakhil sampai masa pemerintahan Abdur Rahman An-Nashir, kota Cordova dijadikan ibu kota kerajaan Bani Umayyah di Andalusia.
Pada pertengahan abad ke-10, Andalusia meningkat naik mencapai zaman keemasannya. Masa itulah masa kejayaan Islam dan zaman gemilang bagi dinasti Bani Umayyah di Andalusia.
Pusat pemerintahannya sebuah kota besar dan teratur. Pada waktu itu, khabarnya panjang kota Cordova itu ujung ke ujung lebih dari tiga mil, sedangkan lebarnya lebih dari satu mil, yaitu antara gapura kota Bab al Qintharah dan Bab al Yahud. Penduduknya berjumlah dua juta jiwa.
Hal ini tidak mencengangkan, karena Cordova itu selain dari pusat pemerintahan Islam, juga pusat ilmu pengetahuan. Di sana terdapat 27 buah Perguruan Tinggi serta Universitas yang menjadi pusat ilmu pengetahuan alam, sastra, filsafat, agama dan sebagainya. Terdapat pula beberapa buah perpustakaan, di antaranya ada yang mempunyai buku 400.000 buah. Cordova sudah banyak melahirkan pujangga, sarjana, seniman dan lain-lain. Di antaranya ialah Ibnu Rusyd (Averroece) seorang filsuf besar.
Bangunan dan jalan raya dalam kota teratur dan selalu terjaga kebersihannya. Di sana-sini diadakan kebun bunga dan taman hiburan. Pada tiap-tiap penjuru kota terdapat pasar, di sanalah diperjual belikan segala macam barang-barang mulai dari rempah-rempah sampai kepada permata marjan dan lu’luk dan di sekitar pasar itu berdirilah toko-toko yang besar yang mempunyai perhubungan dagang langsung ke luar negeri.
Sesungguhnya Cordova pada waktu itu adalah sebuah kota besar. Walaupun penduduknya sudah meningkat sampai dua juta jiwa tetapi ia merupakan satu contoh dari kota-kota besar yang sopan, terhindar dari keruntuhan moral, akhlak dan budi sebagai lazimnya kota-kota besar dewasa ini.
Kebesaran kota ini memuncak dalam zaman pemerintahan Abdur Rahman An-Nashir Li Dinillah Al Umawy (300-350 H). lalah yang mula-mula menamakan dirinya Khalifah Barat di Andalusia. Kemasyhuran kota Cordova pada zaman pemerintahannya dikenal orang sampai ke mana-mana.

Nama An Nashir pada waktu itu amat ditakuti dan disegani. Raja-raja asing tidak berani mencari permusuhan bahkan sebaliknya mereka berusaha mendekati Khalifah Andalusia itu. Maka setiap tahun datanglah utusan-utusan kehormatan dari raja Romawi, Prancis, Rusia dan lain-lain membawa berbagai jenis hadiah yang amat berharga untuk Khalifah.
Dengan pengakuannya sebagai Khalifah itu, maka dunia Islam saat itu menjadi pecah tiga, yakni Kesultanan Abbasiyah yang berpusat di Bagdad, Kesultanan Fathimiyah di Afrika Utara dan Kesultanan Umayyah di Andalusia.
Di bawah pemerintahan Abdur Rahman An Nashir inilah Cordova dibangun seindah-indahnya. Amat banyak puri dan istana yang didirikan waktu itu. Darul Khilafah atau keraton, merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari 340 buah rumah, satu dan lainnya mempunyai cara cipta yang berbeda, lebih melebihi keindahannya. Istana ini seakan hendak mengatasi keindahan istana yang lainnya dan yang lain tidak mau kalah dari yang disampingnya.
Tiap-tiap istana itu diberi nama yang tertentu, seperti Istana Al-Mubarak, Al-Kamil, Al-M’syuq, Ar-Raudha, Al-Mujaddid, Al-Ha-ir dan sebagainya.
