Masjid Dhirar, Puncak Makar Kaum Munafik kepada Rasulullah Saw

 Masjid Dhirar, Puncak Makar Kaum Munafik kepada Rasulullah Saw

Ilustrasi: Kaum munafik. [epthinktank.eu]

Kaum munafik selalu memilih kehinaan, melakukan makar jahat yang busuk, menjauhkan diri dari cahaya Islam dan memegang erat kegelapan.

Di Madinah ada seorang pendeta Nasrani dari suku Khazraj bernama Abu Amir. Di kalangan Bani Khazraj ia memiliki kedudukan penting. Ketika Rasulullah Saw datang ke Madinah, dan masyarakat, termasuk Bani Khazraj, berbondong-bondong masuk Islam dan mengikuti beliau, Abu Amir mengambil sikap penentangan dan permusuhan. Ia kemudian pergi ke Mekkah meminta bantuan kaum musyrik Qurays untuk memerangi Rasulullah Saw.
Bukan hanya itu, setelah melihat makin meluasnya dakwah Islam, Abu Amir lantas pergi menemui Raja Romawi, Heraklius, meminta bantuan untuk menghadapi Rasulullah Saw. Kepada Abu Amir, Heraklius menjanjikan apa yang diinginkannya. Kemudian ia tinggal di wilayah Heraklius.
Dari “tempat pengasingan” inilah, Abu Amir menulis surat kepada orang-orang munafik di Madinah yang menjanjikan kepada mereka apa yang dijanjikan oleh Heraklius kepada dirinya dan memerintahkan mereka agar membangun sebuah markas tempat mereka berkumpul untuk merealisasikan rencana jahat yang tertuang dalam suratnya tersebut.
Mereka kemudian membangun sebuah masjid di dekat Masjid Quba’. Masjid ini telah selesai mereka bangun sebelum Rasulullah Saw berangkat ke Tabuk. Kemudian mereka datang kepada Rasulullah, meminta agar beliau mau shalat di tempat itu untuk dijadikan sebagai dalih dan bukti persetujuan. Kaum munafik itu beralasan masjid tersebut dibangun untuk orang-orang yang tidak dapat keluar di malam yang dingin. Tetapi, Allah SWT melindungi Rasulullah Saw dari melaksanakan shalat di masjid tersebut. Atas permintaan itu Nabi Saw menjawab, “Kami sekarang mau berangkat. Insyaallah, nanti setelah pulang.”
Sehari atau beberapa hari sebelum Rasulullah Saw tiba di Madinah dari perjalanan Perang Tabuk, Malaikat Jibril turun menyampaikan berita tentang masjid dhirar yang sengaja mereka bangun atas dasar kekafiran dan bertujuan memecah belah jamaah kaum Muslimin. Rasulullah kemudian mengutus beberapa sahabatnya untuk menghancurkan masjid tersebut sebelum beliau datang ke Madinah. (lihat Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya).
Berkaitan dengan Masjid ini, turunlah firman Allah SWT, Surat At-Taubah ayat 107-108 yang membongkar hakikat masjid dhirar.
Syekh Dr Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy dalam Fiqhus Sirah mengatakan, kisah masjid ini merupakan puncak makar dan tipu daya orang-orang munafik kepada Rasulullah Saw. Karena itu Rasulullah pun mengambil tindakan tegas berdasarkan wahyu dari Allah SWT.
Ketegasan Rasulullah itu untuk membongkar hakikat kaum munafik dan sasaran-sasaran mereka yang dibungkus dengan kedok tersebut, kemudian menghancurkan dan membakar bangunan yang mereka namakan sebagai masjid, padahal mereka membangunnya sebagai markas aktivitas penghancuran umat Islam. Peristiwa ini sekaligus memberikan kita gambaran yang utuh tentang bagaimana menyikapi kaum munafik menurut syariat Islam.
Menurut syariat Islam, kita tidak boleh mengambil tindakan kepada kaum munafik kecuali hal-hal yang secara lahiriah dapat diketahui. Tentang apa yang tersembunyi dalam hati mereka yang sesungguhnya, kita serahkan kepada hukum Allah SWT di akhirat kelak.
Tetapi terkait konspirasi jahat mereka terhadap kaum muslimin, harus diambil tindakan tegas dengan menghancurkan setiap perangkap jahat dan tipu daya yang mereka bangun. Inilah sikap dan tindakan yang telah dilakukan Rasulullah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

5 + 14 =