Makna Rasulullah Saw adalah Rahmat bagi Semesta Alam

 Makna Rasulullah Saw adalah Rahmat bagi Semesta Alam

Taif, Arab Saudi.

 Nabi Muhammad Saw adalah rahmat bagi semesta alam. Termasuk bagi orang-orang kafir dan pelaku kemaksiatan. Mereka tidak diazab di dunia secara langsung, tetapi ditunda hingga di akhirat.

DIRIWAYATKAN  dari Aisyah, sesungguhnya dia bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwa Uhud?

Nabi menjawab, “Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalail bin Abdi Kulal, tetapi mereka tidak merespon ajakanku. Maka aku pun pergi dengan penuh kegundahan di wajahku, lalu aku tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarn Ats-Tsa’alib.

Lalu aku angkat kepalaku, dan aku pandang dan tiba-tiba muncul Jibril memanggilku seraya berkata, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu,”

Nabi melanjutkan, “Kemudian malaikat penjaga gunung memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung, dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.

Nabi Saw menjawab, “Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”

Jawaban yang disampaikan Rasulullah kepada Aisyah ra itu adalah peristiwa yang menimpa beliau di Thaif saat mencari dukungan bagi dakwah Islam (thalabun nushrah).

Di Thaif beliau tidak mendapatkan apa yang diharapkan. Sebaliknya, orang-orang kafir itu mencaci maki dan bahkan melempari Rasulullah Saw dengan batu. Tubuh Rasulullah bercucuran darah. Demikian pula dengan pembantu beliau, Zaid bin Haritsah.

Hantaman fisik yang beliau terima dalam peristiwa ini cukup keras, namun hantaman psikis lebih parah dan lebih dahsyat. Sehingga beliau limbung dan terus memikirkannya sejak beliau keluar dari Thaif hingga tiba di Qarn Ats-Tsa’alib.

Saat itu Rasulullah berdoa dengan doa yang sangat terkenal, yang menunjukkan duka dan lara yang memenuhi hati beliau, karena kerasnya siksaan yang beliau terima.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × 3 =