Makna Korelasi Ayat Pertama dan Kedua Surat Al-Isra

 Makna Korelasi Ayat Pertama dan Kedua Surat Al-Isra

Oleh:

Ahmad Zuhdi*

DI ANTARA pembahasan menarik dan jarang dikaji tentang isra miraj adalah ayat kesatu dan kedua surat Al-Isra. Jika di ayat pertama berbicara tentang peristiwa isra nabi Muhammad Saw, mengapa di ayat kedua berbicara tentang nabi Musa alaihissalam?

Bila menafsirkan korelasi ayat pertama dan ayat kedua surat Al-Isra semata dengan ra’yi (pemahaman/akal), bisa saja akan terjadi cocoklogi. Maka lebih tepat jika ditafsirkan bir riwayah (terdapat dalam alquran, as-sunnah atau pendapat para sahabat) ketika memahami tanasub al-ayat wa al-ayat (hubungan antara ayat dan ayat).

Dalam peristiwa Isra, banyak hadits-hadits riwayat Imam Muslim yang menjelaskan peristiwa tersebut secara apik, baik dalam metodologi maupun penyampaiannya. Di antaranya hadits yang menjelaskan nabi Muhammad Saw memimpin shalat para nabi dan rasul di Masjidil Aqsha sebelum mi’raj ke Sidratul Muntaha. Makmum yang terdekat dengan beliau adalah nabi Ibrahim, nabi Musa, dan nabi Isa.

Nabi Ibrahim sebagai ‘abul-anbiya atau bapak para nabi yang melahirkan bani Israil dan bani Ismail. Maka peristiwa Isra Miraj adalah berbicara tiga dimensi; dimensi masa lalu, dimensi masa sekarang (yaitu saat nabi mengalami peristiwa Isra Miraj), dan dimensi masa mendatang di mana Islam akan jaya di akhir zaman dibandingkan dengan Yahudi dan Nasrani. Begitupun ketika Rasulullah menerima perintah kewajiban shalat dari Allah saat mi’raj, beliau banyak melakukan dialog dengan nabi Musa, sampai ditetapkan kewajiban shalat lima waktu.

Selain itu, peristiwa isra miraj merupakan pendidkan (tarbiyah) yang paling terbaik, yaitu penguatan jiwa dalam berdakwah. Peristiwa Isra Miraj terjadi dua tahun setelah Rasulullah kehilangan dua sosok terbaik, Khadijah radiallahu anha dan pamannya Abu Thalib. Keduanya merupakan penyokong terkuat dakwah Rasulullah dari segi harta (finansial) dan kedudukan (pengaruh). Tahun tersebut dikenal dengan ‘amul-huzn (tahun kesedihan).

Disinilah Allah memberikan penguatan jiwa kepada Rasulullah dalam mengemban misi risalah. Bahwa dalam berdakwah tidak terlepas dari ujian dan fitnah, bahkan setelah Rasulullah melakukan isra miraj dan menyampaikan kepada kaumnya, justru malah mendapat tuduhan al-majnun (orang gila).

Begitupun dengan nabi Musa dalam menyampaikan risalah, tidak henti-hentinya rintangan, godaan, dan cobaan datang silih berganti. Tetapi di atas semua itu, Allah telah menyiapkan hadiah terindah. Termasuk para dai hari ini yang menjadi estafeta dakwah, itulah orang-orang terbaik, sebagaimana Allah berfirman:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS Fussilat: 33).

Sejarah peristiwa isra miraj penting untuk dikenalkan kepada generasi muda, namun bagaimana caranya? Cara menjelaskan dan memahamkan isra miraj kepada gen Z dapat dilakukan dengan dua cara.

Pertama, cara konvensional, dan kedua cara digital.

Cara konvensional adalah seperti yang dilakukan selama ini melalui majelis taklim, kajian, tabligh akbar, dan membahas sirah nabawiyah secara berkesinambungan.

Hanya saja, untuk menyasar gen Z harus melakukan penyesuaian dengan kesenangan mereka, misalnya melalui kegiatan ngaji di jalan (jilan), touring sembari kajian dengan tagline ‘my dakwah my adventure’, dakwah camp di pegunungan atau pengajian santai setelah futsal. Cara-cara seperti ini tentu akan menarik dan mendorong mereka untuk lebih memahami qasashul anbiya (kisah-kisah para nabi).

Sedangkan cara digital, yaitu dengan memanfaatkan teknologi digital dan sosial media. Pendakwah atau mubaligh yang ingin mencari bahan kajian isra miraj dapat mencari melalui chatgpt dan gemini untuk dikembangkan. Begitupun untuk menyajikan materi yang menarik dengan visual efektif dan mudah dipahami dapat melalui berbagai template artificial intelligence (AI).**

*Penulis adalah Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Persis DKI Jakarta, Mahasiswa doktoral Universitas Islam Jakarta, Dosen STAIPI Jakarta, Sekretaris Bidang Kerukunan Umat Beragama Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, dan Ketua Bidang KUB LDK-MUI Kota Bekasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

12 + 8 =