Makna Israf dan Tabdzir
Ilustrasi
Dengan demikian menafkahkan (harta) untuk selain perkara mubah adalah tindakan tercela, dan bakhil (kikir) dalam perkara mubah juga tercela. Yang terpuji adalah memberikan nafah untuk perkara mubah dan ketaatan. Allah berfirman:
وَلَا تُسْرِفُوْا ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَۙ
“…Dan janganlah kamu berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al An’am: 141)
Dalam ayat ini Allah mencela tindakan israf, yaitu infak untuk kemaksiatan. Kata israf dalam ayat-ayat tersebut maknanya adalah infak (memberikan harta) untuk hal-hal maksiyat. Kata israf dan musrifin disebutkan dalam Al-Qur’an dalam banyak arti. Namun apabila kata israf disebut bersamaan dengan kata infak, maknanya adalah memberikan harta untuk tindakan maksiat. Al-Qur’an menyatakan kata musrifin dengan makna mu’ridhin ‘an dzikrillah (melalaikan dzikir kepada Allah). Allah berfirman:
كَذٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِيْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Begitulah orang-orang yang lalai (kepada Allah) itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 12)
Kata musrifin bermakna kadang-kadang berarti orang yang keburukannya melebihi kebaikannya. Allah berfirman:
وَاَنَّ الْمُسْرِفِيْنَ هُمْ اَصْحٰبُ النَّارِ
“Dan sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka.” (QS. Al Mu’min: 43)
Kata musrifin juga diartikan dengan mufsidin (yang membuat kerusakan), sebagaimana firman Allah:
